MAKALAH
TEKS EDITORIAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Bahasa Indonesia
Yang Diberikan Oleh Guru Bidang Studi
Ibu Euis Hayati, S.Pd
Disusun oleh :
Dicky Saputra
Deri Kurniawan
Rizal Maulana
Wikand Darma W.
Kelas XII IBB
Jurusan Ilmu Bahasa dan Budaya
MADRASAH ALIYAH NEGERI 6 CIAMIS
TAHUN AJARAN 2020 – 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Editorial merupakan salah satu rubrik yang ada di media cetak seperti koran, majalah, atau buletin. Editorial biasanya menjadi sebuah cara untuk merespon suatu isu atau permasalahan dan memberikan tawaran solusi di akhir teks. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang lugas. Dengan membaca editorial kita tidak hanya sekedar tahu peristiwa yang sedang terjadi seperti kita membaca berita. Namun, dengan membaca editorial kita pun akan lebih memahami dan bisa bersikap kritis. Hal ini karena di dalam editorial ada pendapat-pendapat yang bisa memperjelas pemahaman kita tentang peristiwa/keadaan yang menjadi ulasannya.
Berita memiliki bagian yang mengutarakan opini singkat seseorang yang lebih banyak menekankan aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap suatu persoalan atau keadaan yang terdapat dalam masyarakat. Itulah yang dimaksud dengan kolom pada berita. Adapun editorial atau tajuk rencana merupakan bagian tradisional dari surat kabar. Dalam radio dan televisi, editorial/tajuk rencana tidak begitu menonjol dan mendarah daging. Bahkan dalam surat kabar, tajuk rencana baru muncul seabad lalu yang dimulai di Amerika. Pada saat itulah penulisan tajuk rencana ditemukan menjadi terkenal ketika konsep penulisan berita secara objektif mulai menjadi keharusan.
Dalam surat-surat kabar tajuk rencana biasanya ditempatkan di halaman opini dan biasanya ditulis oleh pemimpin redaksi surat kabar bersangkutan. Ia menempati sebuah kotak dua kolom yang memanjang ke bawah dan diletakkan di sebelah pojok kiri atas halaman. Karena kekuatan atau kelemahan opini-opini dan semangat yang dinyatakan dalam tajuk rencana tentang suatu isu merupakan pernyataan seorang pribadi, tajuk rencana mencerminkan kepribadian-kepribadian mereka yang menulisnya (apakah ia pemimpin redaksi atau seorang redaktur yang ditugasi menulis tajuk rencana), meskipun ia dimaksudkan sebagai cerminan pendirian suatu Koran. Pada makalah ini akan dibahas mengenai kolom dan tajuk rencana.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian editorial/tajuk rencana?
2. Bagaimana tujuan, ciri-ciri dan jenis dari editorial?
3. Bagaimana tahapan menulis editorial?
4. Bagaimana kaidah kebahasaan editorial?
5. Bagaimana contoh editorial/tajuk rencana?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari editorial
2. Memahami ciri-ciri dan tujuan dari editorial
3. Mengetahui bagaimana tahapan menulis editorial
4. Memahami kaidah kebahasaan editorial
5. Mengetahui contoh editorial/tajuk rencana
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan informasi yang berguna dalam teoritis maupun dalam praktisnya. Penulis sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep bagaimana itu editorial atau tajuk rencana.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Editorial
Teks editorial adalah tulisan yang ditulis oleh redaktur utama media yang berisikan pendapat, pandangan umum, atau reaksi mengenai suatu peristiwa atau kejadian (berita aktual) yang tengah menjadi sorotan masyarakat.
Sementara itu, Kosasih (2017, hlm. 282) mengungkapkan bahwa teks editorial merupakan kolom khusus Alma surat kabar yang berisi tanggapan redaksi media baik itu sekedar pendapat, kritik, pujian, hingga sindiran terhadap suatu peristiwa faktual yang tengah terjadi di lingkungan masyarakat luas. Teks editorial juga sering disebut dengan tajuk rencana yang berarti artikel utama dari suatu surat kabar yang berisi pandangan redaksi (tim penulis dan penyusun koran) terhadap suatu isu pada saat koran tersebut diterbitkan.
Sumadiria (2011, hlm. 82) menyatakan bahwa tajuk rencana dapat diartikan sebagai opini redaksi yang berisi aspirasi, pendapat, dan sikap resmi media terhadap berbagai persoalan, kejadian atau fenomena aktual yang kontroversial yang sedang terjadi di dalam lingkungan masyarakat. Intinya, kolom tersebut adalah kolom khusus berupa opini untuk menanggapi berita yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan di kalangan masyarakat luas. Karena hal yang ditanggapinya adalah teks berita, maka di dalamnya juga terkandung fakta yang bercampur dengan pendapat subjektif (bukan fakta). Oleh karena itu, dapat membedakan mana yang fakta dan mana yang sekedar opini adalah suatu keharusan dalam menanggapinya. Teks editorial yang baik akan membuka horizon yang lebih luas dan tidak memaksakan suatu ideologi tertentu bagi pembacanya.
Editorial atau Tajuk rencana adalah sikap, pandangan atau pendapat penerbit terhadap masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini yang dituliskan dalam editorial, diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan. Menulis tajuk memerlukan situasi dan kondisi tertentu yang sangat dipengaruhi oleh peristiwa atau kejadian dalam pemberitaan sehari-hari. Tajuk tidak bisa mengupas suatu kejadian yang sudah lama berlangsung.
Media massa menamakan editorialnya dengan berbagai macam sebutan yaitu Selamat Pagi, Pokok Berita, Wawasan, dan sebagainya. Semua nama dari editorial tersebut tentu memiliki maksud tertentu, misalnya agar pembaca tidak bosan ataupun untuk memberi nuansa lain. apapaun maksudnya, editorial tetap menjadi refleksi keberadaan media tersebut hadir ditengah-tengah masyarakat. Alasan- alasan, prinsip-prinsip dan latar belakang jurnalistiknya dapat diteropong melalui editorial tersebut. Oleh karena itu penulis editorial haruslah orang yang mengerti betul, bahkan menjiwai visi dan misi surat kabar yang bersangkutan.
Mengapa editorial atau tajuk rencana pada surat kabar telah menjadi bagian yang penting kehadirannya ditengah-tengah masyarakat. Menurut Sudirman Tebba, “Tajuk akan menjadi sumber pengetahuan yang akan diteruskan dalam fungsi aksi sosial. Tajuk yang kredibel, sekaligus menjadi pembanding atas pemikiran dan persepsi terhadap masalah yang sama, sehingga dapat memperkuat pikiran ataupun sebaliknya. Sikap media terhadap masalah juga tergantung kepada ideologi ataupun orientasi segmen konsumen.”
Isu atau opini editorial harus berdasarkan fakta dan data dengan nilai kebenaran yang akurat. Ini dimaksudkan sebagai dasar yang menggambarkan realitas, sehingga editorial mampu mengajak pembaca melihat permasalahan yang sesungguhnya. Pada akhirnya diharapkan pembaca dapat menilai sendiri kondisi yang sebenarnya. Disini kepiawaian redaksi diuji dalam mengulas dan menganalisis suatu permasalahan untuk turut memberikan solusi.
Menurut Lyle Spencer dalam bukunya “Editorial Writing” yang dikutip oleh Dja’far H. Assegaff dalam bukunya “Jurnalistik Masa Kini”, tajuk rencana merupakan pernyataan mengenai fakta dan opini secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dan bertujuan untuk mempengaruhi pendapat atau memberikan interpretasi terhadap suatu berita yang menonjol sebegitu rupa sehingga bagi kebanyakan pembaca surat kabar akan menyimak pentingnya arti berita yang ditajukkan tadi (Dja’far H. Assegaff : 1991).
2.2. Tujuan, Ciri-ciri dan Jenis Editorial
Tajuk rencana merupakan suara lembaga maka tidak ditulis dengan mencantumkan nama penulisnya, seperti halnya menulis berita atau features. Idealnya tajuk rencana adalah pekerjaan, dan hasil dari pemikiran kolektif dari segenap awak media. Jadi proses sebelum penulisan tajuk rencana, terlebih dahulu diadakan rapat redaksi yang dihadiri oleh pemimpin redaksi, redaktur pelaksana serta segenap jajaran redaktur yang berkompeten, untuk menentukan sikap bersama terhadap suatu permasalahan krusial yang sedang berkembang di masyarakat atau dalam kebijakan pemerintah. Maka setelah tercapai pokok- pokok pikiran, dituangkanlah dalam sikap yang kemudian dirangkum oleh awak redaksi yang telah ditunjuk dalam rapat. Dalam Koran harian bisanya tajuk rencana ditulis secara bergantian, namun semangat isinya tetap mencerminkan suara bersama setiap jajaran redakturnya. Dalam proses ini reporter amat jarang dilibatkan, karena dinilai dari segi pengalaman serta tanggung jawabnya yang terbatas.
2.2.1. Tujuan Editorial
Dalam penulisan editorial mula-mula anda harus menentukan tujuannya. Sehubungan dengan itu empat tujuan editorial telah dikemukakan oleh William Pinkerton dari Harvard University. Keempat tujuan tersebut sebagai berikut:
a. Editorial menjelaskan kejadian-kejadian penting kepada para pembaca. Editorial berfungsi sebagai guru, menerangkan bagaimana suatu kejadian tertentu berlangsung, faktor-faktor apa yang diperhitungkan untuk menghasilkan perubahan dalam kebijakan pemerintah, dengan cara bagaimana kebijakan baru akan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi suatu masyarakat.
b. Untuk memperlihatkan kelanjutan suatu peristiwa penting, editorial dapat menggambarkan kejadian tersebut dengan latar belakang sejarah, yaitu menghubungkannya dengan sesuatu yang telah terjadi sebelumnya.
c. Suatu Editorial kadang-kadang menyajikan analisis yang melewati batas berbagai peristiwa sekarang dengan tujuan meramalkan sesuatu yang akan terjadi pada masa datang.
d. Menurut tradisi lama, para penulis editorial bertugas mempertahankan kata hati masyarakat. Mereka diharapkan mempertahankan isu-isu moral dan mempertahankan posisi mereka. Merek berkata kepada pembacanya tentang sesuatu yang benar dan salah.
Dilihat dari perspektif yang sedikit berbeda, tujuan editorial dibagi dalam tiga kategori:
a. Mengajarkan atau menjelaskan kepada pembaca bahwa mereka dapat berperan dalam banyak editorial. Prinsip menjelaskan yang baik adalah kejelasan, kesempurnaan dan ketepatan. Dalam penjelasan, penekanan bukan pada pengalaman atau penilaian seseorang, melainkan pada penyajian fakta dan gagasan yang objektif dan tanpa prasangka. Umumnya editorial tidak selalu menjelaskan, tetapi kadang-kadang memusatkan pada informasi, misalnya sebuah editorial berfungsi melaporkan informasi yang kurang tepat untuk dimuat pada halaman berita.
b. Umumnya editorial menawarkan solusi spesifik untuk suatu masalah yang dirasakan. Mereka mengharapkan tindakan segera daripada pemahaman situasi. Sebuah editorial dapat memberikan kepemimpinan dalam membawa perubahan dalam kebijakan.
c. Selain menjelaskan dan meyakinkan (persuasif), editorial bisa juga menilai peristiwa. Berbeda dengan penjelasan yang menyajikan fakta-fakta objektif dan bisa dibuktikan, penilaian bersifat subjektif, sebagai ungkapan suatu sudut pandang yang tidak dapat diverifikasi secara bebas, penilaian tetap merupakan persoalan penilaian.
2.2.2. Ciri-Ciri Editorial
Ciri-ciri umum tajuk rencana:
1. Teks editorial harus bersifat sistematis dan logis.
2. Teks editorial ialah sebuah opini atau pendapat yang bersifat argumentative.
3. Teks editorial sangat menarik untuk dibaca, karena ditulis menggunakan kalimat yang singkat, padat dan jelas.
4. Berisi fakta umum ,pandangan dan pendapat pribadi penulis.
5. Bersifat analisis.
6. Menggunakan pemikiran yang logis dalam menyampaikan pendapat.
7. Di tulis dengan perspektif tertentu untuk mengungkapkan kebenaran pendapat sehingga jika dilihat dari perspektif yang berbeda, kebenaran tersebut bisa bermakna lain atau malah sebaliknya.
8. Dimulai dengan pemaparan fakta umum terlebih dahulu dan selanjutnya disusul dengan pemaparan pendapat.
9. Hal ini bisa saja terjadi sebaliknya.
10. Bersifat argumentatif sehingga teks ini bisa saja disebut sebagai teks argumentatif atau berisi pemaparan argumen, pendapat atau pandangan dan gagasan.
2.2.3. Jenis-Jenis Editorial
1. Interpretative Editorial (Editorial Interpretatif)
Interpretative Editorial merupakan untuk menjelaskan isu atau topik dengan memberikan fakta-fakta dan figur untuk memberikan pengetahuan.
2. Controversial Editorial (Editorial yang Kontroversial)
Controversial Editorial merupakan untuk meyakinkan pembaca pada keinginan atau kepercayaan pada suatu isu. Biasanya dalam editorial jenis ini, pendapat yang berlawanan akan digambarkan lebih buruk.
3. Explanatory Editorial (Editorial Penjelasan)
Explanatory Edtitorial merupakan editorial yang menyajikan masalah untuk dinilai para pembaca. Biasanya tujuan teks ini adalah untuk mengidentifikasi masalah, dan membuka mata masyarakat untuk lebih memperhatikan suatu isu. Solusi dari teks editorial ini selalu tersirat.
2.3. Tahapan Menulis Editorial
Sederhananya, Sumadiria (2011, hlm. 90) mengungkapkan bahwa proses penggarapan teks editorial (tajuk rencana) terbagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Pencarian ide dan topik
2. Seleksi dan penetapan topik
3. Pembobotan substansi materi dan penetapan tesis
4. Proses pelaksanaan penulisan
Sementara itu, Tim Kemdikbud (2017, hlm. 106) langkah-langkah untuk menulis teks editorial adalah sebagai berikut.
1. Bacalah dua atau tiga teks editorial/tajuk rencana dari sumber berita (media massa) yang berbeda sebagai berbagai referensi gaya penulisan.
2. Susunlah data isu-isu utama untuk dirumuskan menjadi pernyataan umum.
3. Telusuri data-data pendukung atas pernyataan umum sudah ditulis sebelumnya dari berbagai sumber terpercaya seperti buku, media massa terpercaya, lembaga penelitian, badan pusat statistik, jurnal ilmiah baik secara daring maupun luring.
4. Susun perincian data data tersebut lalu analisis dan buat argumen berdasarkan hasil analisisnya.
5. Tafsirkan berbagai argumen-argumen yang telah dibuat menjadi pendapat baik berupa kritik, apresiasi, harapan, atau penilaian umum.
6. Kemukakan saran atau rekomendasi dan tunjukkan caranya, agar memberikan solusi, bukan hanya sekedar kritik saja atau rincikan kebaikannya tidak hanya memuji saja.
7. Kemaslah seluruh kerangka yang telah dipersiapkan menjadi tulisan teks editorial dengan kalimat dan paragraf yang efektif agar tidak terlalu panjang dan tetap ringan untuk dibaca; 8-10 paragraf, setiap paragraf terdiri dari 2-3 kalimat.
Kemudian, Kosasih (2017, hlm. 293) mengatakan langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Memilih (selecting)
Pada langkah pertama, pilihlah isu-isu yang hendak diangkat. Perlu pertimbangan tersendiri untuk menentukan isu apa yang hendak diangkat. Perbedaan pertimbangan inilah yang membedakan pengangkatan isu setiap media berbeda-beda. Misalnya saja, pada kamis, 7 September 2007, media Indonesia mengangkat masalah buruknya kompetensi transportasi di indonesia. Sementara seputar Indonesia mengangkat masalah siginifikan APEC.
b. Mengumpulkan (collecting)
Tahap berikutnya, kumpulkan pendukung yang akan memperkuat opini yang hendak disampaikan. Pendukung berupa fakta-fakta seputar topik yang diangkat ini akan memberi nilai objektivitas pada tulisan daripada sekadar opini belaka. Untuk memberikan nilai yang lebih kuat, kumpulkanlah pendapat-pendapat yang berotoritas agar opini yang hendak dikemukakan lebih berbobot.
c. Mengaitkan (connecting)
Langkah ketiga ialah menghubungkan atau mengaitkan. Sebelum menyusun draf editorial, rembukkan dulu dengan anggota redaksi (ingatlah bahwa editorial itu mewakili sikap media terkait). Isi editorial yang disampaikan harus jelas dan menyampaikan detail-detail yang akurat, dilengkapi dengan contoh-contoh pendukung. Berikan argumen yang kuat pada awal dan akhir editorial. Dalam hal ini, argumen yang dipertentangkan, berikut kelemahan-kelemahannya dapat ditunjukkan. Jangan lupa, tawarkan solusi pada akhir editorial
d. Memperbaiki (correcting).
Akhirnya, lakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap hasil tulisan tersebut. Editorial itu harus jelas dan bertenaga. Tapi jangan sampai menyerang pihak lain. Upayakan pula untuk tidak terlalu mengajari. Susunan paragraf sebaiknya ringkas dan lugas. Sekali lagi, berbagai contoh dan ilustrasi akan bermanfaat. Apalagi kutipan-kutipan yang berbobot, akan menguatkan opini kita. Yang lebih penting lagi, kemukakan semua dengan jujur dan akurat.
Ada beberapa struktur yang bisa digunakan untuk menyusun sebuah editorial. Berikut ini salah satunya.
a. "Lead" dengan penjelasan yang objektif terhadap isu/kontroversi tertentu. Jangan lupa menyertakan prinsip 5W 1H.
1) Tariklah beragam fakta dan kutipan dari bahan-bahan yang relevan.
2) Untuk memperkuat posisi, lakukan riset tambahan seperlunya.
b. Kemukakan opini oposisi terlebih dahulu.
Sebagai penulis editorial, anda tidak seharusnya menyetujui opini yang mengemuka, identifikasikan pihak-pihak yang bertentangan dengan anda.
1) Gunakan beragam fakta dan kutipan untuk menyatakan opinin mereka secara objektif.
2) Berikan posisi oposisi yang kuat. Anda tidak akan mendapat apa pun kalau menyanggah posisi yang lemah.
c. Sanggah keyakinan pihak oposisi secara langsung. Sebelum benar-benar menyanggah, artikel dapat diawali dengan sebuah transisi.
1) Tariklah fakta-fakta dan kutipan-kutipan dari orang-orang lain yang mendukung posisi Anda.
2) Akui poin yang valid dari pihak oposisi yang akan membuat Anda tampak rasional, yang mempertimbangkan seluruh pilihan.
d. Berikan alasan/analogi asli lainnya. Untuk mempertahankan posisi anda, berikan alasan yang disajikan dalam urutan semakin kuat.
e. Simpulkan dengan tegas, berikan solusi dari masalah atau tantangan pembaca untuk bagaimana memecahkan masalah.
1) Sebuah kutipan akan efektif, khususnya jika berasal dari sumber terpercaya.
2) Pertanyaan retoris dapat menjadi simpulan yang efektif juga. Sebab sering kali pertanyaan seperti ini menyadarkan kalangan tertentu.
2.4. Kaidah Kebahasaan Editorial
Sedangkan dari kaidah kebahasaan, meskipun teks ini termasuk ke dalam teks eksposisi, ciri kebahasaannya justru lebih dekat dengan bahasa jurnalistik. Hal ini karena pada dasarnya tujuan penulisan teks editorial adalah menyampaikan pendapat mengenai suatu berita.
Oleh karena itu, wajar saja jika kaidah kebahasaannya juga masih berkaitan erat dengan teks berita. Berikut adalah ciri-ciri bahasa atau kaidah kebahasaan teks editorial.
1. Banyak menggunakan kalimat retoris. Kalimat retoris utama yang sering digunakan adalah kalimat pertanyaan yang tidak ditujukan untuk dijawab namun untuk merangsang pembaca agar merenungkan suatu masalah lebih dalam.
2. Penggunaan kata-kata populer sehingga lebih mudah untuk dicerna oleh khalayak masyarakat seperti: menengarai, pencitraan, balada, terkaget-kaget, dsb. Penggunaan kata populer juga ditujukan agar pembaca tetap rileks meskipun tulisan dipenuhi tanggapan kritis.
3. Banyak menggunakan kata ganti penunjuk yang merujuk tempat, peristiwa, waktu, seperti: ini, itu, ke sini, begitu.
4. Banyak menggunakan kata penghubung atau konjungsi kausalitas (sebab-akibat) seperti: sehingga, karena, sebab, oleh sebab itu (Kemendikbud, 2017, hlm. 100).
2.5. Contoh Editorial/Tajuk Rencana
Berikut adalah editorial Koran Tempo pada edisi 27 Agustus 2020 mengenai rencana pembukaan kembali bioskop di Jakarta di tengah kondisi pandemi yang belum mereda.
Bahaya Pembukaan Bioskop
Pengenalan Isu (Tesis)
Pemberian izin pembukaan bioskop oleh pemerintah DKI Jakarta sungguh di luar nalar. Tidak ada urgensi memberikan kelonggaran semacam itu saat wabah Covid-19 belum terkendali.
Penyampaian Pendapat (Argumen)
Dalam dua pekan terakhir, jumlah rata-rata pasien baru Covid-19 di Ibu Kota hampir 600-an orang setiap hari. Angka itu naik drastis dibanding data pada akhir Juli lalu ketika penambahan jumlah pasien baru masih di kisaran 400-an. Rasio positif di Jakarta dalam dua pekan terakhir juga lebih dari 10 persen. Artinya, terdapat sepuluh orang positif dari setiap seratus orang yang diuji usap. Situasi ini lebih buruk ketimbang bulan lalu, ketika rasio positif di Jakarta sempat berada di ambang batas aman versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 persen.
Karena itu, sulit memahami alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengizinkan bioskop segera dibuka lagi. Memang, sejak ditutup pada Maret lalu, ribuan karyawan sinema sudah dirumahkan. Terdapat 343 teater dengan 1.756 layar di Indonesia lebih dari 50 persennya berada di Jakarta dan sekitarnya. Tutupnya bioskop-bioskop itu menyebabkan industri perfilman ikut mati suri. Pusat belanja juga sepi pengunjung. Tapi, seyogianya, alasan ekonomi tak dijadikan pembenar untuk mengabaikan pertimbangan kesehatan dan keselamatan publik.
Gubernur Anies beralasan pembukaan bioskop dimungkinkan selama protokol kesehatan dipatuhi. Selain jumlah penonton yang masuk ke sinema dibatasi, posisi duduk para penikmat film bisa diatur, seperti layaknya penumpang pesawat terbang. Hal itu merupakan alasan yang mudah dipatahkan karena membuka bioskop sama saja dengan mengundang pusat keramaian baru. Risiko penularan virus corona bisa melonjak ketika titik-titik berkumpulnya warga kembali dibuka.
Pernyataan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito untuk mendukung pembukaan bioskop bahkan lebih absurd. Menurut dia, membiarkan warga beramai-ramai menonton sinema bisa meningkatkan imunitas. Penjelasan semacam ini lebih terdengar seperti keputusasaan pemerintah dalam mengendalikan penularan Covid-19. Seolah-olah Satgas sudah kehabisan akal untuk menekan laju pandemi ini di Indonesia.
Penegasan Ulang
Gubernur Anies dan jajarannya tidak boleh menyerah di hadapan serangan virus corona. Salah satu kelemahan utama dalam program pengendalian penularan Covid-19 di Indonesia adalah pelacakan kontak pasien positif. Saat ini kapasitas pemerintah dalam pelacakan jejaring kontak pasien masih di bawah standar WHO. Protokol Kementerian Kesehatan mensyaratkan 80 persen dari semua kontak pasien harus sudah terlacak dan diisolasi dalam tiga hari selepas konfirmasi status pasien. Jika hal itu tidak dilakukan, mustahil penyebaran virus ini bisa ditekan sampai minimal.
Ketimbang sibuk membuka bioskop, pemerintah DKI Jakarta seharusnya menggelontorkan anggaran untuk membantu Dinas Kesehatan dan Satgas guna meningkatkan kapasitas pelacakan. Tanpa itu, pembatasan sosial seketat apa pun bakal percuma. Jika wabah sudah terkendali, ekonomi pasti akan pulih kembali.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Editorial atau Tajuk rencana adalah sikap, pandangan atau pendapat penerbit terhadap masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan. Menulis tajuk memerlukan situasi dan kondisi tertentu yang sangat dipengaruhi oleh peristiwa atau kejadian dalam pemberitaan sehari-hari. Tajuk tidak bisa mengupas suatu kejadian yang sudah lama berlangsung.
Tajuk rencana merupakan suara lembaga maka tidak ditulis dengan mencantumkan nama penulisnya, seperti halnya menulis berita atau features. Idealnya tajuk rencana adalah pekerjaan, dan hasil dari pemikiran kolektif dari segenap awak media. Jadi proses sebelum penulisan tajuk rencana, terlebih dahulu diadakan rapat redaksi yang dihadiri oleh pemimpin redaksi, redaktur pelaksana serta segenap jajaran redaktur yang berkompeten, untuk menentukan sikap bersama terhadap suatu permasalahan krusial yang sedang berkembang di masyarakat atau dalam kebijakan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Dja’far H. 1991. Jurnalistik Masa Kini, Pengantar Ke Praktek Kewartawanan. Jakarta : Ghali Indonesia.
Panuju, Redi. 2005. Nalar Jurnalistik : Dasarnya Dasar Jurnalistik. Malang : Bayumedia
Sumadiria, Haris. 2005. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Panduan Praktis dan Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosis Rekatama Media.
https://seputarilmu.com/2019/09/teks-editorial.html
https://serupa.id/teks-editorial-pengertian-struktur-ciri-kaidah-cara-penulisan/
https://www.academia.edu/10780101/Makalah_tentang_Tajuk_Rencana
No comments:
Post a Comment