Friday, May 13, 2022

LAPORAN PERJALANAN KUNJUNGAN KE KAMPUNG ADAT KUTA TAMBAKSARI

 

LAPORAN PERJALANAN KUNJUNGAN
KE KAMPUNG ADAT KUTA TAMBAKSARI


Karya Tulis
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas studi SMA N 1 Rancah

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Disusun Oleh:
Dewi Ratna Sari

Putri Rahmawati Saniah

Akil

Dicki Muhammad Rizki

Yeni rohaeni


PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
DINAS PENDIDIKAN
CABANG DINAS PENDIDIKAN XIII
SMA N 1 RANCAH
Jalan Raya Cisaga Km. 2 Rancah No.79 Desa Rancah Kecamatan Rancah
Telp/Fax: (0265) 740165 | Email; smansaturancah@gmail.com
CIAMIS – 46387
2022




LEMBAR PENGESAHAN

 

 

LAPORAN PERJALANAN KUNJUNGAN

KE KAMPUNG ADAT KUTA TAMBAKSARI

 

 

Telah Disyahkan :

Tanggal : ..............................

 

 

 

Wali Kelas,

 

 

 


Drs. FADELAN NOOR S., M.Si
NIP.196807131990031005

Pembimbing,

 

 

 


Drs. FADELAN NOOR S., M.Si
NIP.196807131990031005

Mengetahui,
Kepala Sekolah,

 

 

 


ROHMAT SLAMET, S.Pd. M.Pd
Pangkat/Gol : Pembina Utama Muda/IV.c
NIP. 197111082000031003

Wakasek Bid. Kesiswaan,

 

 

 

 


DADAN H. KUSNENDAR, S.E
NIP.196912292007011008

 



 

 

 

 



 


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan kunjungan ini dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas studi SMA N 1 Rancah.

Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada guru pembimbing kami dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini.

Penulis sampaikan terimakasih yang sangat dalam kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan ini khususnya
kepada:

1.    Bapak Rohmat Slamet, S.Pd. M.Pd selaku kepala sekolah SMA Negeri 1
Rancah

2.    Bapak Drs. Fadelan Noor S., M.Si selaku wali kelas XII IPS 1

3.    Orang tua yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat

4.    Teman-teman terbaik

Kami menyadari penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, apabila dalam
penyusunan tugas ini masih banyak kesalahan baik dalam isi, ejaan maupun
pengunaan huruf besar dan tanda baca, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca yang berbudi. Kami menyadari masih banyak yang perlu
diperbaiki maupun ditingkatkan dalam penyusunan tugas ini. Kami berharap agar
para pembaca dapat memperoleh informasi dan pengetahuan dengan membaca
tugas ini.

 

Ciamis, April 2022

Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

LEMBAR PENGESAHAN.. ii

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB I  PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar Belakang. 1

B.    Rumusan Masalah. 1

C.    Tujuan Penulisan. 2

D.   Metode Pengumpulan Data. 2

E.    Sistematika Penulisan. 2

BAB II  URAIAN DAN PEMBAHASAN.. 4

A.   Sejarah Kampung Kuta. 4

B.    Kehidupan Masyarakat Kampung Adat Kuta. 5

C.    Tradisi dan Adat Di Kampung Adat Kuta. 6

D.   Kesenian yang terdapat di Kampung Adat Kuta. 9

E.    Kerajinan Tangan Masyarakat Kuta. 11

BAB III  PENUTUP.. 13

A.   Kesimpulan. 13

B.    Saran. 14

DAFTAR PUSTAKA.. 15

LAMPIRAN.. 16

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

        Perjalanan Kunjungan adalah kegiatan yang edukatif dan mendukung terhadap bertambahnya pengetahuan siswa maupun umum. Hal ini dapat menumbuhkan minat siswa terhadap keilmuan dan wawasan yang lebih luas lagi.

Kunjungan langsung ke tempat merupakan salah satu metode yang memberikan pengetahuan secara nyata, yang mana akan memberikan sensasi baru yang akan membekas.

Disamping dari tujuan diatas, kunjungan tidak hanya terpaku pada
kunjungan peserta didik ke tempat wisata saja. Kunjungan ke tempat bersejarah juga dapat menambah wawasan dan minat siswa dalam menggapai
wawasan yang lebih luas.

Untuk itu, dilaksanakan dua kegiatan edukatif tersebut dalam satu perjalanan study tour ini. Tempat yang dijadikan studi adalah Kampung Adat Kuta Tambaskari. Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat ini memiliki segudang adat yang sangat menarik untuk di pelajari, selain bernilai budaya, jika di tinjau dari segi pariwisata kampung ini merupakan tempat wisata yang cukup menarik karena di dalamnya memiliki adat budaya kyang masih terjaga sejak zaman dulu.

Setelah perjalanan kunjungan yang panjang tersebut, siswa diharuskan
membuat laporan kunjungan, untuk itulah laporan ini dibuat.

B.            Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penulis dalam penyusunan karya tulis ini,
dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut :

1.      Bagaimana Sejarah Kampung Adat Kuta ?

2.      Bagaimana Kehidupan Masyarakat Kampung Kuta ?

3.      Tradisi apa saja yang ada di kampung kuta ?

4.      Kesenian  apa saja yang terdapat di Kampung Adat Kuta?

5.      Kerajinan apa saja yang ada di Kampung Adat Kuta ?

C.           Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1.      Mengetahui Sejarah Kampung Adat Kuta.

2.      Mengetahui Kehidupan Masyarakat Kampung Kuta

3.      Mengetahui Tradisi di kampung kuta

4.      Mengetahui Kesenian Kampung Adat Kuta

5.      Mengetahui Kerajinan Kampung Adat Kuta

Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1.      Memberikan Informasi seputar Kampung Adat Kuta

2.      Memberikan Informasi tentang Adat dan Tradisi Kampung Adat Kuta

D.           Metode Pengumpulan Data

Metode yang dugunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah metode deskriptif, yaitu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran pada obyek secara sistematis, faktual dan akurat.

Untuk Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan ada dua macam,
yaitu:

1.      Studi Pustaka, yaitu mengutip dari berbagai literatur atau sumber bacaan
mengenai obyek yang dikaji.

2.      Pengamatan (Observation), yaitu melakukan pengamatan secara langsung untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

E.            Sistematika Penulisan

Adapun untuk sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

E. Metode Pengumpulan Data

F. Sistematika Penulisan

BAB II URAIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kampung Kuta

B.     Kehidupan Masyarakat Kampung Adat Kuta

C.     Tradisi dan Adat Di Kampung Adat Kuta

D.    Kesenian yang terdapat di Kampung Adat Kuta

E.     Kerajinan Tangan Masyarakat Kuta

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRANLAPORAN PERJALANAN KUNJUNGAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
URAIAN DAN PEMBAHASAN

A.      Sejarah Kampung Kuta

       Nama Kampung Kuta berasal dari kata ´kuta-kuta´ (bahasa Sunda) yang berarti tebing.  Nama ini langsung menunjuk kepada wilayah Kampung Kuta yang letaknya dikelilingi tebing curam setinggi 75 m.Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan T ambaksari, berbatasan dengan Jawa Tengah.

Kampung memiliki luas area total 97 ha, terdiri dari 57 ha lahan pemukiman, pesawahan, dan tegalan serta 40 ha hutan keramat (karamat). Kampung Kuta berada di timur Ciamis dan berjarak 45 Km dari pusat kota kabupaten.

Ada beberapa versi mengenai sejarah Kampung Kuta ini. Menurut cerita rakyat setempat, asal-usul Kampung Kuta berkaitan dengan berdirinya Kerajaan Galuh. Konon, pada zaman dahulu ketika Prabu Galuh yang bernama Ajar  Sukaresi (dalam sumber lain, tokoh ini adalah seorang pandita sakti) hendak  mendirikan Kerajaan Galuh, Kampung Kuta dipilih untuk pusat kerajaan karena letaknya strategis.

Prabu Galuh memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk  mengumpulkan semua keperluan pembangunan keraton seperti kapur bahan bangunan, semen merah dari tanah yang dibakar, pandai besi, dan tukang penyepuh perabot atau benda pusaka. Keraton pun akhirnya selesai dibuat.

Namun, pada suatu ketika, Prabu Galuh menemukan lembah yang (Kuta) oleh tebing yang dalamnya sekitar 75 m di lokasi pembangunan pusat kerajaan itu. Atas musyawarah dengan para punggawa kerajaan lainnya, diputuskanlah bahwa daerah tersebut tidak cocok untuk dijadikan pusat kerajaan (menurut orang tua, tidak memenuhi Patang Ewu Domas´).

Selanjutnya, mereka berkelana mencari tempat lain yang memenuhi syarat. Prabu Galuh membawa sekepal tanah dari bekas keratonnya di Kuta sebagai kenang-kenangan. Setelah melakukan perjalanan beberapa hari, Prabu Galuh dan rombongannya sampai di suatu tempat yang tinggi, lalu melihat-lihat ke sekeliling tempat itu untuk meneliti apakah ada tempat yang cocok untuk membangun kerajaannya. Tempat ia melihat-lihat itu sekarang bernama Tenjolaya.

 Prabu Galuh melihat ke arah barat, lalu terlihatlah ada daerah luas terhampar berupa hutan rimba yang menghijau. Ia kemudian melemparkan sekepal tanah yang dibawanya dari Kuta ke arah barat dan jatuh di suatu tempat yang sekarang bernama “Kepel. Tanah yang dilemparkan tadi sekarang menjadi sebidang sawah yang datar dan tanahnya berwarna hitam seperti dengan tanah di Kuta, sedangkan tanah di sekitarnya berwarna merah. Prabu Galuh melanjutkan perjalanannya sampai di suatu pedataran yang subur di tepi Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy, lalu mendirikan kerajaan di sana atau tukang cerita, terdapat dua kemungkinan mengenai asal-usulnya. Pertama, tradisi lisan itu berdasarkan cerita naskah yang dibaca kemudian dituturkan kembali. Kedua, tradisi lisan itu memang belum pernah dituliskan dalam bentuk naskah, lalu dituturkan secara turun-temurun. Adanya perbedaan versi suatu cerita yang dituturkan dalam naskah dan tradisi lisan disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu perbedaan sumber  cerita, distorsi cerita karena pewarisan cerita yang turun-temurun memungkinkan terjadinya penambahan ataupun pengurangan isi cerita, dan adanya keinginan dari penutur cerita untuk mengedepankan peranan seorang tokoh ataupun berapologia atas kesalahan tokoh tersebut. mengenai kebenaran isi cerita atau mitos tersebut bukanlah suatu permasalahan. Setidaknya, mitos-mitos tersebut dihormati dan dipelihara oleh masyarakatnya.

 

B.       Kehidupan Masyarakat Kampung Adat Kuta

Bagi warga kampung adat kuta adalah warisan leluhur yang begitu penting sehingga kemurniannya harus senantiasa dijaga. Bahkan menurut Ketua Adat, jika ada warga yang berniat untuk tinggal dan menetap di luar Kuta, yang bersangkutan juga akan tetap mempertahankannya.

Mata pencaharian penduduk Kampung Kuta ialah bertani. Adapun kegiatan ekonomi yang menjadi andalan mereka cukup bervariasi antara lain sebagai perajin gula aren, perajin anyaman bambu, bertani, beternak dan jenis pekerjaan lain yang sesuai dengan keadaan lingkungannya. Pembuatan gula aren menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk sehingga produksi gula aren dapat dianggap sebagai produk unggulan di Kampung Kuta. Selain gula aren ada juga masyarakat yang bermata pencaharian sebagai penganyam bambu untuk bilik, dan kerajinan tangan.

Pendidikan formal warga Kampung Kuta tidak begitu baik. Minat penduduk Kampung Kuta untuk  menyekolahkan anak-anaknya relatif kurang, terutama minat untuk melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas(SMA).

Rata-rata penduduk hanya menamatkan jenjang Sekolah Dasar (SD). Alasan utama keengganan menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang sekolah lanjutan disebabkan oleh kondisi ekonomi para orang tua, alasan lainnya jarak sekolah lanjutan yang jauh. Bersekolah ke SMP terdekat terletak di Kecamatan Tambaksari yang membutuhkan waktu sekitar dua jam dengan berjalan kaki.Tingkat SMA harus ditempuh dengan jarak yang lebih jauh lagi karena harus ke Kecamatan Rancah, Kota Ciamis atau ke Kota Banjar.

 

C.      Tradisi dan Adat Di Kampung Adat Kuta

Kampung ini dikatagorikan sebagai kampung adat, karena mempunyai kesamaan dalam bentuk dan bahan fisik bangunan rumah, adanya ketua adat, dan adanya adat istiadat yang mengikat masyarakatnya. Salah satu warisan ajaran leluhur yang mesti dipatuhi masyarakat Kuta adalah pembangunan rumah. Bila dilanggar, warga Kuta berkeyakinan, musibah atau marabahaya bakal melanda kampung mereka. Aturan adat menyebutkan rumah harus berbentuk panggung dengan ukuran persegi panjang. Atap rumah pun harus dari bahan rumbia atau ijuk. Rumah tersebut berbentuk panggung dengan tinggi 50-60 sentimeter di atas permukaan tanah. Bentuk rumah persegi panjang, rata-rata berukuran 6X10 meter.

Warga kampung Kuta mempertahankan ini karena mematuhi leluhur yang melarang membangun rumah tembok beratap genteng.

Kampung Kuta merupakan masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi dengan pengawasan kuncen dan ketua adat. Kepercayaan terhadap larangan dan adanya mahluk halus atau kekuatan gaib masih tampak pada pandangan mereka terhadap tempat keramat berupa hutan keramat.

Hutan keramat tersebut sering didatangi oleh orang-orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup. Hanya saja, di hutan keramat tersebut tidak  boleh meminta sesuatu yang menunjukkan ketamakan seperti kekayaan.

Untuk memasuki wilayah hutan keramat tersebut diberlakukan sejumlah larangan, yakni larangan memanfaatkan dan merusak sumber hutan, memakai baju dinas, memakai perhiasan emas, memakai baju hitam-hitam, membawa tas, memakai alas kaki, meludah, dan berbuat gaduh. Bahkan untuk memasuki Hutan Keramat ini pun tidak boleh memakai alas kaki, Tujuannya agar hutan tersebut tidak  tercemar dan tetap lestari. Oleh karena itu, kayu-kayu besar masih terlihat kokoh di Leuweung Gede. Selain itu, sumber air masih terjaga dengan baik. Di pinggir hutan banyak mata air yang bersih dan sering digunakan untuk mencuci muka.

Masyarakat Kampung Kuta mengenal hutan karamat. Dipandang dari sudut etimologis, Kampung Kuta berarti kampung atau dusun yang dikelilingi ‘kuta´ atau penghalang berupa tebing. Menurut cerita yang beredar pada masyarakat setempat, dahulu kala tebing itu berfungsi sebagai penghalang serangan musuh dari luar, ketika Kampung Kuta akan dijadikan sebuah kerajaan oleh Prabu Ajar  Sukaresi. Kisah tentang sepak terjang sang Prabu yang menjadi penguasa di Kampung Kuta sangat berpengaruh kepada warganya di kemudian hari.Sikap sang Prabu yang peduli pada lingkungan itu diteruskan kemudian oleh Ki Bumi yaitu seorang utusan Kerajaan Cirebon yang ditugaskan untuk membantu masyarakat Kampung Kuta menjaga wilayah peninggalan Prabu Ajar Sukaresi. Konon, semula Prabu Ajar Sukaresi bermaksud membangun istana di wilayah tersebut, akan tetapi batal karena lokasi yang ditetapkan berada di tengah-tengah perbukitan. Sementara itu bahan-bahan material yang berupa kayu, semen, batu dan bata bahkan besi sudah terkumpul hingga akhirnya tertimbun tanah dan berubah menjadi sebuah bukit kecil. Kini lokasi tersebut berubah menjadi hutan yang dipercaya warga setempat sangat keramat.

Kawasan hutan keramat boleh dikunjungi oleh orang-orang yang bermaksud mencapai keselamatan, ketenangan hati, kehamonisan rumah tangga, selain meminta harta kekayaan atau maksud-maksud lain dengan meminta bantuan ‘kuncen´ sebagai pemangku adat yang dipercaya mampu berhubungan dengan leluhur yang tinggal di hutan keramat. Kuncen dianggap sebagai penjaga hutan keramat, dan dapat menjadi penghubung antara penunggu hutan keramat dengan orang-orang yang mempunyai maksud. Di wilayah hutan itu ditabukan untuk menyelenggarakan kegiatan duniawi dan dilarang untuk memanfaatkan segala sumber daya dari hutan. Segala sesuatu dibiarkan secara alami, masyarakat dilarang menebang pohon bahkan memungut ranting pun tidak diperkenankan.

Jika melanggar tabu atau larangan itu, maka orang tersebut akan mendapatkan sanksi berupa malapetaka.

Larangan-larangan lain yang berlaku di luar wilayah hutan keramat tapi masih termasuk wilayah Kampung Kuta pun wajib dipatuhi, seperti larangan membangun rumah dengan atap genting, larangan mengubur jenazah di Kampung Kuta, larangan memperlihatkan hal-hal yang bersifat memamerkan kekayaan yang bisa menimbulkan persaingan, larangan mementaskan kesenian yang mengandung lakon dan cerita, misalnya wayang. Larangan-larangan tersebut apabila dilanggar  diyakini oleh masyarakat akan menyebabkan celaka bagi mereka yang melanggarnya.  Norma adat dan agama memiliki intensitas  yang seimbang sebagai pedoman dalam melangsungkan kehidupan secara keseluruhan.

Keunikan lainnya, warga Kampung Kuta sangat dilarang membuat sumur. Air  untuk keperluan sehari-hari harus diambil dari mata air. Larangan para leluhur  mungkin ada benarnya. Ini lantaran kondisi tanah yang labil di kampung ini dikhawatirkan dapat merusak kontur tanah. Terutama membuat sumur dengan cara menggali atau mengebor tanah.

Kedekatan masyarakat kampung adat dengan alam tidak hanya itu saja setiap tahunnya masyarakat kampung Kuta mengadakan Upacara Adat nyuguh.Upacara Adat  Nyuguh ini merupakan suatu upacara ritual tradisional Adat Kampung Kuta Kec. Tambaksari Kabupaten Ciamis yang selalu dilaksanakan pada tanggal 25 shapar pada setiap tahunnya. Upacara ini bertujuan sebagai persembahan bentuk syukur kepada Tuhan dan bumi yang telah memberikan pangan bagi masyarakat kampung Kuta.

Kampung adat ini dihuni masyarakat yang hidup dilandasi kearifan lokal. Dengan memegang teguh budaya, dan pelestarian lingkungan dengan berpegang teguh kepada semboyan Leuweung ruksak, Cai Beak, Anak Incu Balangsak.

Menganai permainan tradisional anak-anak di daerah tatar sunda termasuk ciamis selalu berkaitan dengan alam sekitar. Ini disebabkan keakraban manusia hidup bersama alam dalam kesehariannya. Hukum alam dipahami sebagai hukum Tuhan yang sangat dipatuhi, sehingga ketika manusia akan bersentuhan dengan alam, mereka akan sadar diri akan Tuhannya. Hubungan harmonis ini selalu dilestarikan melalui sikap hidup sehari-hari, termasuk dalam menyiapkan generasi penerus.

D.      Kesenian yang terdapat di Kampung Adat Kuta

Kesadaran itu diterapkan dalam tata asuh anak yang mampu menjaga dan menghormati alamnya. Beberapa contoh permainan tradisional yang terdapat di daerah ciamis adalah oray-orayan, gatrik, utik, kasti, gobag, sondah, galah, jajangkungan, turih oncom, dan gebokan.

Seni yang terdapat di Kampung Kuta ini adalah seni terebang, seni ronggeng gunung, seni dogdog, seni ngibing, serta terdapat kerajinan-kerajinan tangan seperti anyaman bilik, anyaman tas kamuti dari daun gebang, ulekan, sinduk, temapat nasi (boboko), nampan (baki), topi petani dll.

 

1.      Seni terebang 

Kesenian Terebang tumbuh dilingkungan Masyarakat dan lingkungan masyarakat dan diakui sebagai kesenian Rakyat kesenian rakyat , kesenian terebang disebut juga dengan Terebang Gede, Terebang gebes, terebang ageung di Desa Karangpaninggal Kecamatan Tambaksari masih mengadakan upacara untuk menghindari malapetaka dengan mengadakan kesenian terebang yang khas dan unik yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan bergesernya kesenian terebang menjadi hiburan yang lebih luas maka kesenian tersebut mengalami perubahan alat musik dan lagu-lagunya, penambahan alat musik seperti kendang , terompet, goong bahkan alat musik modern seperti organ dan gitar lagu yang asalnya bernafaskan Islam bergeser menjadi lagu rakyat seperti lagu botol kecap, tepang sono, buah kawung, ayun ambing, kukupu hiber dll juga menjadi lagu pop Sunda seperti lagu botol kecap.  

2.      Ronggeng gunung 

Untuk kesenian ronggeng gunung ini untuk di desa Karapaninggal ini khususnya di kampung kuta sudah tidak ada, pada awalnya ada.  Namun seiring waktu kesenian ronggeng gunung pun punah. Kesenian ronggeng gunung berkembang di Banjarsari Ciamis, Ronggeng Gunung, sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya, dilengkapi dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring. Penari utama, seorang perempuan, dilengkapi sebuah selendang. Fungsi selendang, kadang untuk kelengkapan dalam menari.

Tapi juga bisa untuk "menggaet" lawan biasanya laki-laki untuk menari bersama dengan cara mengalungkannya. Untuk pola gerak  Ronggeng Gunung, dipandang menjadi akar ronggeng pakidulan, nayaga yang mengiringinya (penabuh gamelan) cukup tiga orang. Hanya dengan bonang, gong, dan kendang, dan sejumlah lelaki yang mengelilingi penari,Ronggeng Gunung sudah bisa digelar. Biasanya, lelaki yang mengelilingi penari itu punya ciri khas, bagian kepala ditutup menggunakan sarung. Sehingga yang terlihat hanya bagian mukasaja. Lagu yang dilantunkan penari ronggeng pun sangat unik dan khas. Para pengamat seni menilai alunan suaranya sangat spesifik. Dan tidak ditemukan dalam kawih atau tembang Sunda lain. Bagi masyarakat Ciamis selatan, kesenian ronggeng gunung pada masa jayanya bukan hanya merupakan hiburan. Kesenian tersebut sekaligus menjadi pengantar upacara adat.

 

3.      Seni dogdog 

Dogdog merupakan alat musik yang terbuat dari kayu bulat, tengahnya diberi rongga, namun pada kedua ujung ruasnya mempunyai bulatan diameter yang berbeda kurang lebih 12 -15cm, dengan panjang 90cm. Pada ujung bulatan yang paling besar ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat dengan bambu melingkar yang dipasangkan untuk  menyetel suara atau bunyi. Suara yang dihasilkan berbunyi dog dog dog (dalam telinga orang sunda). Oleh karena iru alat ini diberi nama dog dog.

Seni dog dog di kampong kuta pernah mendapat penghargaan pada tahun 2002, memenagkan perlombaan seni, yang bertepatan diberikannya kalpataru kepada kampong kuta sebagai penghargaan atas kampung yang menjaga lingkungan nya dengan baik.

4.      Ngibing 

Seni ngibing merupakan seni tari yang biasa dilakukan oleh masyarakat sunda dan juga yang dilakukan oleh masyarakat kampong kuta. Biasanya dilakukan atau ditampilkan pada saat upacara adat, hajatan, pernikahan, acara perayaan atau pun memperingati sesuatu karena ungkapan rasa bahagia. 

E.       Kerajinan Tangan Masyarakat Kuta

Selain Seni ada juga kerajinan yang menjadi mata pencaharian masyarakat Kampung Kuta, diantaranya sebagai berikut :

1.      Tas kamuti 

Merupakan salah satu kerajinan tangan dari masyarakat kampung kuta. Biasanya dijadikan cendra mata yang merupakan cirri khas kampong kuta dan juga dijual di luar kampong kuta, biasanya mendapat pesanan dari luar  kota bisa mencapai 100-200. Tas kamuti terbuat dari daun gebang yang diambil dari hutan di banjar. Tas ini memiliki keunikan karena dibuat dalam satu dahan dan hanya menjadi 1 tas saja setiap dahannya. Serta dalam pembuatannya dahan tidak terputus dengan daun dan menyambung terus hingga membentuk sebuah tas.

2.      Bilik anyaman 

Bilik anyaman merupakan salah satu kerajinan tangan masyarakat kampung kuta. Pada awalnya pembuatan bilik anyaman ini digunakan ,untuk  membangun rumah mereka, namun seiring waktu potensi masyarakat kampung kuta mulai terlihat sehingga kerajinan bilik anyaman menjadi salah satu mata pencaharian untuk dijual. Tidak ada arti khusus dari lajur anyamannya. Bilik anyaman ini digunakan untuk membangun rumah masyarakat kampung kuta, namun tidak menutup kemungkinan juga masyarakat membeli bilik anyaman dari pengrajin yang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ada tiga hal yang setidaknya melekat pada Kampung Kuta hingga selanjutnya dijuluki sebagai kampung adat. Pertama adalah bahan dan bentuk bangunan rumah tinggal penduduknya sama. Kedua, adat istiadatnya masih kental. Ketiga, ada ketua adat yang mengendalikan jalannya adat istiadat.

Kampung Adat Kuta berada di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Kampung Adat Kuta di sebelah utara berbatasan dengan Dusun Cibodas, di sebelah barat dengan Dusun Margamulya, dan di sebelah timur dan selatan dengan Sungai Cijolang. Kampung Adat Kuta berada di suatu lembah yang dikelilingi tebing hingga kemudian memunculkan nama “Kuta” yang berarti tembok atau benteng. Luas kampung 97 ha, mencakup 40 ha hutan lindung, permukiman, sawah, ladang, kebun, kolam ikan, jalan, tanah lapang, gunung dan mata air keramat. Rumah-rumahnya berjajar di tepi jalan kampung atau mengelompok pada tanah yang datar. Setiap rumah berpekarangan luas dengan tanaman pokoknya kawung. Tidak heran mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai pengrajin gula aren. Selain ada petani sawah, peternak, dan pengrajin anyaman. Seluruh warga Kuta beragama Islam.

  • Tabu berkenaan dengan membangun rumah, di antaranya: Tabu membangun rumah dengan genteng dan tembok. Larangan ini dimaksudkan agar penghuni rumah tidak seperti dikubur. Rumah dari tanah (genteng) serta letaknya melebihi batas kepala manusia, sama artinya dengan dikubur. Istilah kuncen adalah tidak boleh membuat istana (baca: rumah) jadi astana (kuburan). Rumah harus berbahan bilik dan kayu dan berbentuk panggung.
  • Tabu membangun rumah dengan posisi saling memunggungi satu sama lain. Dengan kata lain posisi rumah yang satu dengan yang lain harus berhadapan, terkecuali kalau jaraknya jauh. Hal ini agar apabila penghuni di suatu rumah terkena musibah maka akan diketahui oleh penghuni yang ada di depannya.
  • Tabu berkenaan dengan leuweung karamat ‘hutan keramat’, di antaranya: Bagi yang masuk hutan keramat tabu untuk mengenakan baju dinas dan perhiasan. Maksudnya, diingatkan bahwa orang tidak boleh sombong karena di mata Tuhan semua makhluk itu sama. Tabu mengenakan alas kaki, maksudnya agar tidak merusak tanaman yang ada di hutan keramat. Tabu meludah, buang air kecil dan sebagainya, maksudnya adalah untuk menjaga kebersihan hutan keramat. Dan, tabu masuk hutan keramat selain hari Senin dan Jumat.

Selain itu, adat-istiadat di Kuta juga mewujud dalam berbagai upacara tradisional. Terdapat upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan perseorangan seperti upacara yang berkaitan dengan daur hidup dan mendirikan rumah, dan upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan bersama seperti upacara nyuguh.

B.     Saran

a.       Untuk Masyarakat dan Tokoh Kampung Adat Kuta semoga untuk kedepannya dapat mempertahankan adat dan tradisi agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya, karena pergeseran zaman dan kemajuan teknologi akan menggeser kedudukan adat budaya.

b.      Saran Untuk Para Pengunjung agar lebih memerhatikan lagi kebersihan dan sampah agar tidak membuangnya sembarangan dan juga lebih berhati-hati saat akan melakukan foto agar tidak merusak tanaman yang ada.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/profil-kuta-sebagai-kampung-adat/

https://www.beritatrans.com/artikel/32701/Eksplorasi-Budaya--Sejarah-Di-Kampung-Kuta-Ciamis/

http://digilib.uinsgd.ac.id/33910/4/4_bab1.pdf

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rumah Kampung Adat Kuta

Upacara Nyuguh

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Hutan Kramat Kuta

Acara Ronggeng Gunung

 

 

 

 

 

 

 

 


Seni Dogdog

Pembuatan Bilik Bambu

No comments:

Post a Comment