Saturday, January 13, 2018

BAHAN SKRIPSI GURU PEMBELAJAR



BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1  Kajian Pustaka
2.1.1 Hasil Belajar
2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Abdurrahman 1999 (dalam Jihad, 2012:14) menyebutkan “Hasil Belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Sementara menurut Dimyati dan mudjiono (2013:3) “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”.
Sudjana 2004 (dalam Jihad, 2012:2015) berpendapat “hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki pada peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Juliah 2004 ( dalam Jihad, 2012:15 ) “Hasil Belajar adalah segala sesuatu yang dimiliki pada peserta didik sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya”.
9
Suprijono (2012:15) menyebutkan “Hasil Belajar adalah pola – pola perbuatan , nilai – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi, dan keterampilan”. Sementara menurut Bloom (dalam Suprijono, 2012:6) “Hasil Belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (Memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakteristik). Domain psikomotor meliputi initiatory,pre – routine, dan rountized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, menajerial, dan intelektual.
Howard Kingsley (dalam Sudjana, 2011:45) membagi tiga macam hasil belajar, yakni “(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita – cita, yang masing – masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah”.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan kepribadian atau tingkah laku secara keseluruhan baik dilihat dari segi kognitif, segi afektif, dan segi psikomotoris yang bersifat positif yang diperoleh berdasarkan hasil interaksi lingkungannya dan berdasarkan pengalamannya (kegiatan belajar).
2.1.1.2 Indikator Keberhasilan Belajar
Keberhasilan dan kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah ukuran atas proses pembelajaran. Menurut Djamarah ( 2010:105 ) yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal – hal sebagai berikut :
1.        Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, secara individual maupun kelompok.
2.        Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran / intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh pada peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap.
Sudjana 2004 (dalam Jihad, 2012:20) dapat ditentukan dua kriteria yang bersifat umum sebagai berikut :
a.         Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya
Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pengajaran sebagai suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga pada peserta didik sebagai subjek mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri.
b.        Kriteria ditinjau dari hasilnya
Di samping dari tinjauan segi proses, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil.
Arifin ( 2013:5 ) menyatakan bahwa : “Kemajuan peserta didik merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pembelajaran. Jika sebagian peserta didik tidak berhasil dalam belajarnya berarti pula merupakan kegagalan bagi guru itu sendiri”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ciri keberhasilan belajar bukan hanya dari segi kognitif saja tapi melainkan aspek – aspek lain diantaranya segi afektif dan segi psikomotorik.
2.1.1.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi hasil Belajar
Setiap keberhasilan proses belajar mengajar didukung dengan berbagai faktor yang mendukungnya. Menurut Djamarah ( 2010:109 ) “berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evalusi”.
Pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.        Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.
2.        Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi cerdas.

3.        Anak Didik
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanyalah yang memasukannya untuk di didik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari.
4.        Kegiatan pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik.
5.        Bahan dan alat evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan.
6.        Suasana evaluasi
Selain faktor tujuan guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat evaluasi, faktor suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Mustaqim dan Wahib ( 2010:63 ) menyebutkan bahwa selain cara belajar ada faktor – faktor lain yang mempengaruhi belajar, sebagai berikut :
1.        Kemampuan Pembawaan
2.        Kondisi fisik orang yang belajar
3.        Kondisi psikis anak
4.        Kemauan belajar
5.        Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka mengenai kemajuan mereka sendiri.
6.        Bimbingan
7.        Ulangan
Sudjana ( 2011: 39 ) menyatakan bahwa : “Hasil belajar yang dicapai pada peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yang datang dari luar diri pada peserta didik atau faktor lingkungan”. Sedangkan menurut syah ( 2012:145 ) faktor – faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi tiga macam, yakni :
1.        Faktor internal ( faktor dari dalam pada peserta didik ), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani;
2.        Faktor eksternal ( faktor dari luar pada peserta didik ), yakni kondisi lingkungan diluar pada peserta didik;
3.        Faktor pendekatan belajar ( approach to laerning ), yakni jenis upaya belajar pada peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan pada peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi – materi pembelajaran.
Sementara menurut Slameto ( 2010:54 ), bahwa : faktor – faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1.        Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Dalam faktor ini terdapat tiga faktor yaitu :
a.                   Faktor jasmaniah
b.                  Faktor psikologis
c.                   Faktor kelelahan
2.        Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu :
a.                   Faktor keluarga
b.                  Faktor sekolah
c.                   Faktor masyarakat
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar pada peserta didik adalah faktor dari dalam pada peserta didik ( eksternal ) antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar.
2.1.2        Metode Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Metode Pembelajaran
Dalam setiap kegiatan proses belajar mengajar tak lepas dari metode pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini metode mengajar merupakan salah satu yang ditempuh guru untuk menyiasati agar pada peserta didik mengerti dan paham akan apa yang telah disampaikan. Sanjaya (2008:127) (dalam Suprihatiningrum, 2013:53) menyebutkan bahwa: “Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”. Pendapat yang sama dikemukakan Knok (dalam Suprihatiningrum, 2013:1154) bahwa “metode merupakan suatu cara untuk melangkah maju dengan terencana dan teratur untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dengan sadar mempergunakan pengetahuan  sistematis untuk keadaan – keadaan yang berbeda – beda”.
Muslich 2007 ( dalam Suprihatiningrum, 2013:154 ) memberi pengertian tentang metode pembelajaran sebagai cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri atas pendidik dan pada peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pembelajaran tercapai.
Sementara menurut Hudoyono 1970:126 (dalam Suprihatiningrum, 2013:156) menyebutkan bahwa : Metode mengajar adalah suatu cara atau tekhnik mengajar topik – topik tertentu yang disusun secara teratur dan logis. Selanjutnya, dinyatakan bahwa metode mengajar terkandung dua sesi, yaitu interaksi antara guru dengan pada peserta didik dan interaksi pada peserta didik dengan materi yang dipelajarinya.
Sani (2013:156) meneyebutkan bahwa : “Metode pembelajaran merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sudjana (2011:76) mendefinisikan “Metode mengajar ialah cara yang digunakan dalam mengadakan hubungan dengan pada peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sementara menurut Roestiyah 2001:1 ( dalam Heriawan, 2012:73) mengemukakan bahwa “Metode mengajar adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepeserta didik didalam kelas, agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan pada peserta didik dengan baik”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang guru dalam menyampaikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran yang baik dan meraih hasil yang baik.
2.1.2.2       Ciri – Ciri Umum Metode Pembelajaran
Semua metode pembelajaran adalah baik, selama sesuai dengan karakteristik pada peserta didik. Menurut Suprihatiningrum (2013:282) metode pembelajaran dikatakan baik, jika memenuhi ciri – ciri dibawah ini:
1.        Kesesuaian dengan tujuan, karakteristik materi, dan karakteristtik pada peserta didik
2.        Bersifat luwes, fleksibel, artinya dapat dipadupadankan dengan metode – metode lain untuk mewujudkan tujuan pembelajaran
3.        Memiliki fungsi untuk menyatukan teori dengan praktek sehingga mampu mengantarkan pada peserta didik pada pemahaman materi dan kemampuan praktis
4.        Penggunaannya dapat mengembangkan materi
5.        Memberikan kesempatan peserta didik untuk ikut aktif di dalam kelas
Zuhairini (dalam Heriawan, 2012:75) menyebutkan bahwa “Dalam memilih mengajar metode mengajar seorang guru harus memerhatikan beberapa hal, yaitu:
1.        Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan kemampuan pada peserta didik
2.        Kompetensi pengajar dalam menggunakan metode tersebut
3.        Kesesuaian metode mengajar yang digunakan dengan lingkungan pendidikan
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri – ciri umum metode pembelajaran yang baik adalah metode pembelajaran yang dapat menunjang kegiatan proses belajar mengajar secara efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan perilaku pada peserta didik berubah ke arah yang positif dan lebih baik.
2.1.2.3 Prinsip – Prinsip Penentuan Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan setiap guru janganlah asal pakai, tetapi dalam pemilihan metode pembelajaran tersebut harus didasari oleh analisis kebutuhan dan analisis situasi kelas dan pembelajaran. Menurut Suprihatiningrum (2013:283) prinsip belajar yang dapat dijadika pegangan guru dalam pemilihan metode pembelajaran diantaranya adalah:
1.        Prinsip tujun dan motivasi belajar
2.        Prinsip kematangan dan individual
3.        Prinsip kematangan dan perbedaan individual
4.        Integrasi pemahaman dan pengalaman
5.        Prinsip fungsional
6.        Prinsip menggembirakan

Pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Prinsip tujuan dan motivasi belajar
Tujuan pembelajaran merupakan faktor utama penentu pemilihan metode pembelajaran karena pembelajaran akan bermuara pada tujuan tersebut. Selain tujuan pembelajaran, diperlukan motif dari pada peserta didik yang belajar. Motivasi tinggi akan memengaruhi keseriusan dan keberhasilan dalam belajar.
2.        Prinsip kematangan dan perbedaan individual
Anak adalah pribadi yang unik dan memiliki gaya belajar yang beragam. Oleh karena itu, guru perlu memerhatikan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan perbedaan individual serta tingkat kematangan baik secara psikologis maupun fisiologis dari pada peserta didik.
3.        Prinsip penyediaan peluang dan pengalaman praktis
Sesuai dengan paradigma student centered, guru harus memberikan kesempatan kepeserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pengalaman langsung perlu diberikan kepeserta didik agar makna pembelajaran dapat dirasakan sendiri oleh pada peserta didik.
4.        Integrasi pemahaman dan pengalaman
Prior knowledge ( pengetahuan awal ) yang dimiliki pada peserta didik merupakan bekal untuk menentukan metode pembelajaran mana yang tepat. Pemahaman dan pengalaman terdahulu agar mempermudah terhadap materi yang diajarkan
5.        Prinsip fungsional
Sesuatu dapat dikatakan sebagai belajar jika ada makna dan manfaat dari apa yang dipelajari. Oleh karena itu, penting memilih metode pembelajaran yang mampu mengantarkan pada peserta didik kepada makna dan manfaat belajar.
6.        Prinsip menggembirakan
Kesan membosankan dan menjemukan harus dilepaskan dari pembelajaran. Pembelajaran haruslah menyenangkan (joyful lerning). Sesuatu yang menggembirakan akan turut menentukan keberhasilan dalam belajar, karena pada peserta didik tidak perlu mengalami situasi yang tegang dan tertekan dalam belajar.
Penerapan prinsip – prinsip belajar diatas terimplementasikan di dalam model dan metode pembelajaran yang dikembangkan.
2.1.2.4 Kedudukan Metode Dalam Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur – unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Metode pembelajaran ,merupakan sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dari keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Menurut Djamarah (2010:72) menyatakan bahwa “Kedudukan metode: sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan”.

Pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Metode Sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tak kalah penting dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Karena itu metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.
2.        Metode Sebagai Strategi Pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam – macam, ada yang tepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik – teknik penyajian atau biasanya disebut metode menagajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3.        Metode Sebagai Alat Tujuan
Tujuan adalah suatu yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen lainnya tidak diperlukan. Salah satunya adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan.
Sementara menurut Heriawan (2012:75) menyebutkan bahwa “kedudukan metode dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1.        Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, karena tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunkan metode.
2.        Metode sebagai strategi pengajaran.
3.        Metode sebagai alat mencapai tujuan.
2.1.2.5   Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode   pembelajaran
Setiap metode pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri, baik dilihat dari segi kelebihannya maupun kelemahannya. Dalam hal ini, jika guru memahami sifat dan karakteristik masing – masing metode pelajaran tersebut maka guru akan lebih mudah menetapkan metode yang cocok dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Menurut Suprihatiningrum (2013:284) pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi beberapa faktor, sebagai berikut:
1.        Tujuan berbeda dari masing – masing materi
2.        Perbedaan latar belakang individual anak
3.        Perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung
4.        Perbedaan pribadi dan kemampuan guruPerbedaan fasilitas
Pendapat yang sama pula dikemukakan oleh Surakhmad 1979 (dalam Djamarah, 2010:222) sebagai berikut:
1.        Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya
2.        Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya
3.        Situasi dengan berbagai keadaannya
4.        Fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya
5.        Pribadi guru serta kemampuan profesinya yang berbeda
Heriawan (2012:77) menyebutkan bahwa “faktor – faktor yang memengaruhi metode pembelajaran ialah: tujuan, bahan pelajaran, alat dan sumber, pada peserta didik dan guru”. Sementara menurut Surakhmad 1990:97 ( dalam Djamarah, 2012:78 ) mengatakan, bahwa “pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut: a) anak didik, b) tujuan, c) situasi. d) fasilitas, e) guru”.
Pendapat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Anak didik
Anak didik adalah manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Disekolah gurulah yang berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas guru akan berhadapan dengan sejumlah anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan.
2.        Tujuan
Tujuan sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran berbagai – bagai fungsinya.
3.        Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu diluar ruang sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan itu.
4.        Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak di sekolah.
5.        Guru
Setiap guru memiliki kepribadian yang berbeda. Seorang guru misalnya kurang suka berbicara, tetapi seorang guru yang lain suka berbicara. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam memilih metode mengajar tidak boleh sembarangan, harus sesuai dengan situasi, kondisi dan tujuan pengajaran maka dalam memilih metode mengajar patut dipertimbangkan dari setiap segi.



2.1.2        Model Pembelajaran Kooperatif tipe make a match
2.1.3.1 Pengertian Model pembelajaran kooperatif tipe make a match (Membuat Pasangan)
Setiap proses kegiatan belajar mengajar berhubungan erat dengan metode mengajar. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemegang pemeran utama. Keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar.
Menurut Rusman (2011: 223-233) Model Kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Kooperatif tipe make a match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Sedangkan menurut Suprijono (2012:120) menyatakan “Metode mencari pasangan kartu” cukup menyenangkan digunakan untuk mengulang materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) adalah suatu metode pembelajaran yang mengandung unsur permainan yang menuntut pada peserta didik untuk memahami konsep materi pelajaran dengan mencari pasangan dengan mencocokan kartu soal dengan jawaban sehingga pada peserta didik terlibat langsung dan ikut aktif.
2.1.3.2 Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif tipe make a match
Teknik pembelajaran Kooperatif tipe make a match dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya pada peserta didik dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat Langkah - langkah model pembelajaran Kooperatif tipe make a match (membuat pasangan) ini adalah sebagai berikut:
1.        Guru menyiapkan beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu soal dan satu sisi berupa kartu jawaban beserta gambar).
2.        Setiap peserta didik mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
3.        Peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban), peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point)
4.        Setelah itu babak dicocokkan lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
Model pembelajaran  Kooperatif tipe make a match dapat melatih pada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran secara merata serta menuntut pada peserta didik bekerjasama  dengan  anggota  kelompoknya  agar tanggung  jawab dapat  tercapai,  sehingga  semua pada peserta didik aktif dalam proses pembelajaran.
2.1.3.3  Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe make a match
Kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Kooperatif tipe make a match menurut Miftahul Huda (2013: 253-254) adalah:
1.        Kelebihan model pembelajaran tipe Kooperatif tipe make a match antara lain:
a.    Dapat meningkatkan aktivitas belajar pada peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik;
b.    Karena ada unsur permainan, metode ini menyengkan;
c.    Meningkatkan pemahaman pada peserta didik terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar pada peserta didik;
d.    Efektif sebagai sarana melatih keberanian pada peserta didik untuk tampil presentasi; dan
e.    Efektif melatih kedisiplinan pada peserta didik menghargai waktu untuk belajar.
2.        Kelemahan media Kooperatif tipe make a match antara lain:
a.    Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang;
b.    Pada awal-awal penerapan metode, banyak pada peserta didik yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya;
c.    Jika guru tidak mengarahkan pada peserta didik dengan baik, akan banyak pada peserta didik yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan;
d.    Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman peserta didik yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; dan
e.    Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
2.1.4 Metode Pembelajaran Tutor Sebaya
2.1.4.1 Pengertian Metode Pembelajaran Tutor Sebaya
Suherman, dkk (dalam fitriyani, 2011:17) menyebutkan bahwa tutor sebaya adalah “seorang atau beberapa orang pada peserta didik yang ditunjuk atau ditugaskan untuk membantu pada peserta didik – siswi tertentu yang mengalami kesulitan belajar”.
Sedangkan Charles (dalam Fitriyani, 2011:17) mengatakan bahwa “Peer tutoring has been used since the begining of education. More able student help less able.those who can help those who can’t” artinya tutor sebaya (peer tutoring) sudah digunakan sejak awal pendidikan. Peserta didik yang lebih pandai membantu siapa pada peserta didik yang tidak bisa.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Hamalik (2009:73) berpendapat bahwa tutorial adalah “Bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar para pada peserta didik belajar secara efisien dan efektif”. Suherman, dkk ( dalam Fitriyani, 2011:17 ) menyebutkan:
Tutor sebaya  merupakan sekelompok pada peserta didik yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepeserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran. Pada tutor sebaya, teman sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan belajar kepada teman – teman sekelasnya. Dengan cara ini pada peserta didik akan mudah memahami materi karena bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami, selain itu tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu, dan sebagainya, sehingga diharapkan pada peserta didik yang kurang paham tidak segan untuk mengungkapkan  kesulitan yang dihadapinya.

Nurdin ( dalam Fitriyani, 2011:18 ) mengemukakan:
Pembelajaran tutor sebaya pada dasarnya sama dengan program bimbingan yang bertujuan untuk memberikan bantuan dalam pembelajaran pada peserta didik yang lambat, sulit dan gagal dalam belajar, agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal, bahwa pengajaran tutorial bertujuan memberikan bantuan peserta didik atau peserta didik agar dapat mencapai hasil belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan, maka pengertian metode pembelajaran tutor sebaya berbeda beda dan belum baku. Pengertian pembelajaran tutor sebaya yang paling tepat dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Suherman, dkk. Bahwa tutor sebaya adalah pada peserta didik telah menguasai bahan pelajaran kemudian memberikan bimbingan atau bantuan kepeserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan pelajaran.
Hamalik (2009:74) menyebutkan bahwa pembelajaran tutor sebaya mempunyai beberapa tujuan diantaranya:
1.        Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para pada peserta didik sesuai dengan yang dimuat dalam modul – modul, melakukan usaha – usaha pengayaan materi yang relevan;
2.        Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan pada peserta didik tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing diri sendiri;
3.        Untuk meeningkatkan kemampuan pada peserta didik tentang cara belajar mandiri dan menerapkanya pada masing – masing modul yang dipelajari.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa tutor sebaya bertujuan untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para peserta didik sesuai dengan yang dimuat dalam modul – modul, melkukan usaha – usaha pengayaan materi yang relevan. Maksudnya dengan adanya pembelajaran tutor sebaya ini peserta didik yang menerima tutorial diharapkan mampu menguasai pengetahuan yang dimuat dalam modul dan melakukan pengayaan dengan materi – materi yang sesuai dengan modul tersebut.
Tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta didik tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing diri sendiri. Tujuan adanya tutor sebaya ini agar kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan dapat diselesaikan dengan mandiri tanpa harus selalu di bimbing oleh guru.
Tutor sebaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik tentang cara belajar mandiri dan menerapkannya pada masing – masing modul yang sedang dipelajari. Peserta didik yang menggunakan metode pembelajaran tutor sebaya ini diharapkan dapat belajar secara mandiri, tidak bergantung pada guru dan mampu menerapkannya pada modul – modul yang sedang dipelajari.

No comments:

Post a Comment