Wednesday, January 10, 2018

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI PADA KELOMPOK B DI TAMAN KANAK-KANAK



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Deskripsi Konseptual
1.   Model Pembelajaran Kooperatif
a.   Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
            Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif. Apakah model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok- kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000),
semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.

Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
b. Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
            Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1.        Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2.        Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3.        Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4.        Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.        Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6.        Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.        Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
           Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1.        Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.        Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3.        Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
         Terdapat enam langkah dalam model pembelajaran kooperatif.
1.        Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2.        Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa.
3.        Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4.        Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok kelompok belajar.
5.        Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6.        Memberikan penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
2.  Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
              Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
             Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika.
            Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
           Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal empat sampai enamanak, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada :
a).  Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
 b). Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan  aktif), dll.
3.   Pembelajaran Kooperatif  Dalam Kelompok
Pembelajaran kooperatif banyak digunakan pada pembelajaran anak usia dini karena dianggap sesuai untuk melatih sosial dan kemampuan bekerjasama.Para ahli pengembangan kurikulum dari Universitas Negeri Ochio merekomendasikan penggunaan belajar kooperatif dalam pembelajaran karena belajar kooperatif meningkatkan prestasi akademik, memfasilitasi pengelolaan kelas dan materi pelajaran serta meningkatkan harga diri siswa(Blosser,1992)
Dalam konteks tanggung jawab kelompok, umpan balik dan komunikasi lebih realitis dan akan berbeda karakternya dari pembelajaran individual yang telah biasa diterapkan.Jika pembelajaran kooperatif diterapkan dengan lebih luas dan sering, siswa akan belajar tentang sains atau bidang pengembangan lainya dengan lebih baik. Mereka akan lebih baik sebagai seorang anak pelajar dan lebih dapat menerima perbedaan diantara teman- sekelasnya.
Johnson dan Johnson (1997) menerangkan dari data hasil penelitian menunjukan bahwa belajar kooperatif akan mendorong siswa belajar lebih banyak materi pembelajaran, merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar, mencapai hasil belajar yang tinggi memiliki kemampuan yang tinggi memiliki kemampuan yang baik untuk berpikir secara kritis, memiliki sikap positif terhadap objek studi, menunjukan kemampuan yang lebih dalam aktifitas kerjasama, memiliki aspek psikologis yang lebih sehat,dan mampu menerima perbedaan yang ada diantara teman satu kelompok.
David,dkk.(1984)telah memublikasikan banyak artikel tentang cooperative learning. Mereka mengidentifikasikan empat elemen dasar dalam belajar kooperatif yaitu:
a. Adanya saling ketergantungan yang menguntungkan pada siswa dalam melakukan usaha secara bersama-sama.
b.   Adanya interaksi langsung diantara siwa satu kelompok.
c.  Tiap-tiap siswa memiliki tanggung jawab untuk biasa menguasai materi yang diajarkan.
d.  Penggunaan yang tepat dari kemampuan interpersonal dan kelompok kecil yang dimiliki oleh setiap siswa.
            Belajar kooperatif mempersiapkan masa depan siswa untuk terjun di masyarakat. Siswa belajar aktif bicara,bukan hanya pasif mendengarkan. Hal ini memotivasi siswa untuk mencapai prestasi akademik yang lebih baik, menghormati perbedaan yang ada,dan mengalami kemajuan dalam kemampuan berbahasa( Mergendollar dan Packer,1989). Kesemuanya itu membangun kemampuan kooperatif seperti, komunikasi, interaksi, berbagai ide, pengambilan keputusan ,mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide dan memadukan ide.
a.        Konsep Model Pembelajaran Kooperatif.
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh anak dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, Ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif,yaitu:
1.        Adanya peserta dalam kelompok;
2.        Adanya aturan kelompok;
3.        Adanya upaya belajar;
4.        Adanya tujuan yang harus dicapai;
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar.Pengelompokan anak bisa ditetapkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat anak, pengelompokan yang didasarkan atas  latar belakang, kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan.Pendekatan apapun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat. Misalnya aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan dan lain sebagainya.
Salah satu model dari model pembelajaran kelompok adalah model pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ). Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin ( 1995) mengemukakan dua alasan :
1.        Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar anak sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri, dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.
2.        Pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan anak dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut maka pembe;ajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
b.        Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
      Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin di capai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Slavin,Abrani,dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian setiap keberhasilan individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
 Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap anak akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi anak untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif artinya bahwa setiap anak akan berusaha memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik model pembelajaran kooperatif  adalah :
1.        Pembelajaran secara kelompok;
2.        Didasarkan pada manajemen kooperatif;
3.        Kemauan untuk bekerjasama;
4.        Keterampilan bekerjasama;
c.         Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
     Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini :
1.        Prinsip ketergantungan positif artinya tugas kelompok tidak mungkin diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temanya untuk menyelesaikan tugasnya.
2.        Tanggungjawab perseorangan, artinya keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggungjawab,sesuai dengan tugasnya.
3.        Interaksi tatap muka artinya pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan.
4.        Partisipasi dan komunikasi artinya melatih anak untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka di dalam kehidupan di masyarakat kelak.Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali anak dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara menyatakan ketidak setujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan,cara menyampaikan gagasan, dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.
d.        Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap,yaitu :
-            Penjelasan materi   bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap anak tentang materi pokok pembelajaran.
-            Belajar dalam kelompok, anak diminta belajar dikelompoknya masing-masing  yang telah dibentuk sebelumnya.
-            Penilaian dilakukan dengan observasi pada baik terhadap individu maupun terhadap kelompoknya
-            Pengakuan kelompok adalah penetapan kelompok mana yang dianggap paling menonjol kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memberikan motivasi pada kelompok untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi kelompok lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.
4.   Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran dan prilakunya. Perkembangan sosialisai adalah proses dimana anak mengembangkan keterampilan interpersonalnya, menjalin persahabatan, meningkatkan pemahaman tentang orang diluar dirinya,dan juga belajar penalaran moral dan prilaku.Perkembangan emosi berkaitan dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan orang lain.Feeney (et.al)  menyatakan bahwa perkembangan sosial emosional mencakup; kompetensi sosial ( kemampuan dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial( prilaku yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial ( pemahaman terhadap pemahaman, tujuan, prilaku diri sendiri dan orang lain), prososial( kesediaan untuk berbagi,membantu,kerjasama,merasa aman dan nyaman, dan mendukug orang lain) serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas ( perkembangan dalam  menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain).
Perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak tidak terlepas dengan kondisi emosi dan kemampuan anak merespon lingkunganya di usia sebelumnya.Bayi yang mendapatkan pengasuhan dan perawatan secara baik dimana kebutuhanya secara pisik dan psikologis terpenuhi akan merasa nyaman dan membentuk rasa percaya terhadap lingkungan sekitarnya.Sebaliknya bayi yang tidak terpenuhi kebutuhanya, dimana mendapatkan penolakan dari orang tua atau pengasuhnya, akan mengembangkan rasa cemas dan membentuk rasa ketidakpercayaan dengan lingkungan sekitarnya pula. Dengan demikian mereka memilki potensi mengalami masalah kesehatan secara fisik dan mental ditahap kehidupanya.
Erikson menyatakan bahwa individu, termasuk anak, tidak hanya mengembangkan pribadi yang unik tetapi juga memperoleh keterampilan dan sikap yang dapat membantunya menjadi aktif dan bermanfaat sebagai bagian dari masayarakat.Erikson juga memberikan penjelasan tentang adanya perkembangan yang bersifat alamiah dan pengaruh budaya. Kemampuan sosialisasi dan emosi anak berkembang seiring dengan penambahan usia dan pengalaman yang diperolehnya.Aspek kognitif juga berperan penting dalam hal ini dimana dengan kematangan di segi kognitif, anak dapat membedakan hal baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Dalam bersosialisasi anak mengalami suatu proses untuk berprilaku sesuai dengan norma atau adat istiadat di lingkungan sosialnya.Proses sosialisasi pada anak tidak selalu berjalan lancar karena anak memiliki keterbatasan. Seiring dengan bertambahnya usia anak dan meningkat tahap perkembanganya, anak akan belajar bersosialisasi dengan baik.Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. Sosialisasi pada anak merupakan reaksi anak terhadap rangsangan dari dalam diri maupun reaksi anak terhadap lingkunganya.Sosialisasi merupakan proses dimana anak belajar untuk berprilaku sesuai dengan harapan budaya dimana anak dibesarkan. Drever mengemukakan pengertian sosialisasi yaitu suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut.
Faktor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi yaitu :
1.        Lingkungan keluarga
2.        Lingkungan sekolah
3.        Lingkungan kelompok masyarakat
4.        Faktor dari dalam diri anak.
Keularga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak. Didalam keluarga, anak diajarkan diajarkan dan dibiasakan dengan norma-norma sosial untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial. Keutuhan keluarga, pola asuh,status ekonomi, tauladan orang tua akan memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi.Lingkungan sekolah juga berpengaruh besar terhadap kemampuan sosialisasi anak.Di sekolah anak belajar bergaul dan melakukan berbagai aktivitas bersama teman sebaya. Di sekolah juga anak mendapatkan pengalaman yang mungkin tidak diperoleh di rumah.Dalam lingkungan masyarakat, anak dibesarkan dan mendapat pengalaman berinteraksi dengan banyak orang.
Dalam proses sosialisasi, anak membutuhkan keterampilan agar dapat melakukan proses sosialisasi yaitu :
1.        Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru prilaku yang dapat diterima secara sosial.
2.        Proses identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada anak, dimana anak ingi menjadi seperti orang yang di contoh.
3.        Proses internalisasi adalah proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik dan buruk.
            Bandura mengemukakan tahapan yang dilalui individu dalam mengamati prilaku tertentu yaitu :
1.        Memperhatikan ( attention )
2.        Menyimpan ( retenfion )
3.        Mereproduksi ( reproduction )
    Anak akan mengamati prilaku orang dewasa melalui tahapan tersebut, hal ini berarti jika orang dewasa membentak,mengancam memukul, dan sebagainya, maka akan diperlihatkan anak,tersimpan dalam memori, di contoh dalam memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Sosialisasi melibatkan tiga proses, yaitu :
1.        Belajar prilaku sesuai dengan harapan sosial
2.        Bermain peran sesuai dengan yang diharapkan
3.        Pengembangan sikap sosial.

B.  Acuan Teoritis

             Anak akan  memperoleh pengalaman–pengalaman yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan sosialnya seperti pengalaman dalam bekerjasama,berkomunikasi,saling membantu dan berbagi,toleransi, menghargai perbedaan, menghargai hasil karya orang lain, dapat membedakan baik dan buruk,dan dapat memahami prilaku diri sendiri dan orang lain semua kemampuan dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif dalam kelompok.
            Kemampuan sosial anak sulit di kembangkan melalui kegiatan pembelajaran secara individu.Proses pembelajaran secara individu akan mempengaruhi sifat dan karakteristik anak yaitu sifat egosentris ingin menang sendiri. Oleh sebab itu untuk mengatasi karakteristik anak yang egosentris peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk mengembangkan kemampuan sosial anak.
Jika pembelajaran kooperatif di terapkan dengan lebih luas dan sering, anak akan akan belajar tentang sains, matematika dan bidang pengembangan lainya dengan lebih baik. Mereka akan lebih baik dalam melakukan berbagai kegiatan bersama  dan lebih dapat menerima perbedaan diantara teman-temanya. Proses penelitian penerapan model pembelajaran guna meningkatkan kemampuan sosial anak usia dini dapat dilihat pada bagan di bawah ini :















Pembelajaran Kooperatif
 

 



Masalah Sosial
 
                                       


 
-          Perencanaan
-          Pelaksanaan
-          Observasi
-          Refleksi
 
Siklus
 
           


 


                                                           
Bagan.2.1
                                            Proses Pembelajaran Kooperatif




C.   Model Tindakan
Sebagaimana diketahui bahwa banyak berbagai  macam metode penelitan yang dapat digunakan untuk  mencapai tujuan pembelajaran dengan mempunyai kelebihan dan kelemahan dari metode tersebut. Peneliti melakukan penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif guna meningkatkan kemampuan sosial anak setelah melihat kelebihan dari model pembelajaran kooperatif.
 Dari sekian model, pembelajaran peneliti membandingkan dengan kelemahan metode yang lain misalnya kelemahan model kontekstual dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya sehingga anak yang kurang akan semakin tertinggal dan lambat untuk berkembang. Dengan pembelajaran kooperatif anak bekerjasama dalam melakukan kegiatan dan saling membantu, saling menghargai sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri.
Dilihat dari perbandingan tersebut peneliti memilih model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan sosial. Karena model pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa dapat bekerjasama, saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.



No comments:

Post a Comment