BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi
Konseptual
1.
Model
Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Usaha-usaha guru dalam
membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu
pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran
merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005),
model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi
mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.Pedoman itu memuat
tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah
model pembelajaran kooperatif. Apakah model pembelajaran kooperatif itu? Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kelompok- kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000),
semua model pembelajaran ditandai dengan adanya
struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif
berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model
pembelajaran yang lain.
Tujuan model pembelajaran kooperatif
adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
b. Prinsip
Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1.
Setiap anggota kelompok (siswa)
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2.
Setiap anggota kelompok (siswa)
harus mengetahui bahwa semua anggota
3.
Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4.
Setiap anggota kelompok (siswa)
harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.
Setiap anggota kelompok (siswa) akan
dikenai evaluasi.
6.
Setiap anggota kelompok (siswa)
berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama
proses belajarnya.
7.
Setiap anggota kelompok (siswa) akan
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Sedangkan ciri-ciri model
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1.
Siswa dalam kelompok secara
kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan
dicapai.
2.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender.
3.
Penghargaan lebih menekankan pada
kelompok dari pada masing-masing individu. Dalam pembelajaran kooperatif
dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi
kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling
memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling
menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah dalam model pembelajaran kooperatif.
1.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi
dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2.
Menyajikan informasi. Guru menyajikan
informasi kepada siswa.
3.
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar. Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4.
Membimbing kelompok belajar. Guru
memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok kelompok belajar.
5.
Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6.
Memberikan penghargaan. Guru memberi
penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
2. Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran
kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan
pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu
dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran
inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Model Pembelajaran Kooperatif tipe
STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas
dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang
menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model
STAD. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok Sebelum menyajikan
guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan
dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa
dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal empat sampai enamanak, aturan
heterogenitas dapat berdasarkan pada :
a). Kemampuan akademik (pandai, sedang dan
rendah) yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat
pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa
dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
b). Jenis kelamin, latar belakang sosial,
kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif),
dll.
3. Pembelajaran Kooperatif Dalam Kelompok
Pembelajaran
kooperatif banyak digunakan pada pembelajaran anak usia dini karena dianggap
sesuai untuk melatih sosial dan kemampuan bekerjasama.Para ahli pengembangan
kurikulum dari Universitas Negeri Ochio merekomendasikan penggunaan belajar
kooperatif dalam pembelajaran karena belajar kooperatif meningkatkan prestasi
akademik, memfasilitasi pengelolaan kelas dan materi pelajaran serta
meningkatkan harga diri siswa(Blosser,1992)
Dalam
konteks tanggung jawab kelompok, umpan balik dan komunikasi lebih realitis dan
akan berbeda karakternya dari pembelajaran individual yang telah biasa
diterapkan.Jika pembelajaran kooperatif diterapkan dengan lebih luas dan
sering, siswa akan belajar tentang sains atau bidang pengembangan lainya dengan
lebih baik. Mereka akan lebih baik sebagai seorang anak pelajar dan lebih dapat
menerima perbedaan diantara teman- sekelasnya.
Johnson
dan Johnson (1997) menerangkan dari data hasil penelitian menunjukan bahwa
belajar kooperatif akan mendorong siswa belajar lebih banyak materi
pembelajaran, merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar, mencapai hasil
belajar yang tinggi memiliki kemampuan yang tinggi memiliki kemampuan yang baik
untuk berpikir secara kritis, memiliki sikap positif terhadap objek studi, menunjukan
kemampuan yang lebih dalam aktifitas kerjasama, memiliki aspek psikologis yang
lebih sehat,dan mampu menerima perbedaan yang ada diantara teman satu kelompok.
David,dkk.(1984)telah
memublikasikan banyak artikel tentang cooperative
learning. Mereka mengidentifikasikan empat elemen dasar dalam belajar
kooperatif yaitu:
a.
Adanya saling ketergantungan yang menguntungkan pada siswa dalam melakukan usaha
secara bersama-sama.
b. Adanya interaksi langsung diantara siwa satu
kelompok.
c.
Tiap-tiap siswa memiliki tanggung jawab untuk
biasa menguasai materi yang diajarkan.
d.
Penggunaan yang tepat dari kemampuan
interpersonal dan kelompok kecil yang dimiliki oleh setiap siswa.
Belajar kooperatif mempersiapkan
masa depan siswa untuk terjun di masyarakat. Siswa belajar aktif bicara,bukan
hanya pasif mendengarkan. Hal ini memotivasi siswa untuk mencapai prestasi
akademik yang lebih baik, menghormati perbedaan yang ada,dan mengalami kemajuan
dalam kemampuan berbahasa( Mergendollar dan Packer,1989). Kesemuanya itu
membangun kemampuan kooperatif seperti, komunikasi, interaksi, berbagai ide,
pengambilan keputusan ,mendengarkan, bersedia untuk berubah, saling tukar ide
dan memadukan ide.
a.
Konsep
Model Pembelajaran Kooperatif.
Model pembelajaran
kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh anak dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan, Ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif,yaitu:
1.
Adanya peserta dalam
kelompok;
2.
Adanya aturan
kelompok;
3.
Adanya upaya
belajar;
4.
Adanya tujuan yang
harus dicapai;
Peserta adalah
siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok
belajar.Pengelompokan anak bisa ditetapkan beberapa pendekatan, diantaranya
pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat anak, pengelompokan yang
didasarkan atas latar belakang,
kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau
dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan.Pendekatan apapun yang digunakan,
tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan kelompok
adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Misalnya aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan
tempat pelaksanaan dan lain sebagainya.
Salah satu model
dari model pembelajaran kelompok adalah model pembelajaran kooperatif ( cooperative learning ). Model
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir
ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan.
Slavin ( 1995) mengemukakan dua alasan :
1.
Beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar anak sekaligus dapat meningkatkan kemampuan
hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri, dan orang lain, serta
dapat meningkatkan harga diri.
2.
Pembelajaran
kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan anak dalam belajar berpikir,
memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari
dua alasan tersebut maka pembe;ajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran
yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
b.
Karakteristik
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan
model pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan kepada kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang
ingin di capai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan
pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut.
Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Slavin,Abrani,dan
Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan
dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial,
perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif
motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan
setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian setiap
keberhasilan individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam
ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan
kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui
kooperatif setiap anak akan saling membantu dalam belajar karena mereka
menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.Perspektif
perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antar anggota
kelompok dapat mengembangkan prestasi anak untuk berpikir mengolah berbagai informasi.
Elaborasi kognitif artinya bahwa setiap anak akan berusaha memahami dan menimba
informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian,
karakteristik model pembelajaran kooperatif
adalah :
1.
Pembelajaran
secara kelompok;
2.
Didasarkan pada manajemen
kooperatif;
3.
Kemauan untuk
bekerjasama;
4.
Keterampilan
bekerjasama;
c.
Prinsip-Prinsip
Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran
kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini :
1.
Prinsip
ketergantungan positif artinya tugas kelompok tidak mungkin diselesaikan
manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini
memerlukan kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota
kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu
temanya untuk menyelesaikan tugasnya.
2.
Tanggungjawab
perseorangan, artinya keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,
maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggungjawab,sesuai dengan
tugasnya.
3.
Interaksi tatap
muka artinya pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi
dan saling membelajarkan.
4.
Partisipasi dan
komunikasi artinya melatih anak untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan
berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka di dalam
kehidupan di masyarakat kelak.Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif,
guru perlu membekali anak dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan
mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara menyatakan ketidak setujuan atau
cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan,cara
menyampaikan gagasan, dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.
d.
Prosedur
Pembelajaran Kooperatif
Prosedur
pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap,yaitu :
-
Penjelasan
materi bertujuan untuk memberikan
pemahaman terhadap anak tentang materi pokok pembelajaran.
-
Belajar dalam
kelompok, anak diminta belajar dikelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.
-
Penilaian
dilakukan dengan observasi pada baik terhadap individu maupun terhadap
kelompoknya
-
Pengakuan kelompok
adalah penetapan kelompok mana yang dianggap paling menonjol kemudian diberikan
penghargaan atau hadiah. Pengakuan pemberian penghargaan tersebut diharapkan
dapat memberikan motivasi pada kelompok untuk terus berprestasi dan juga
membangkitkan motivasi kelompok lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi
mereka.
4. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Perkembangan
sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan
lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran dan prilakunya.
Perkembangan sosialisai adalah proses dimana anak mengembangkan keterampilan
interpersonalnya, menjalin persahabatan, meningkatkan pemahaman tentang orang
diluar dirinya,dan juga belajar penalaran moral dan prilaku.Perkembangan emosi
berkaitan dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan
emosinya seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Perkembangan
sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan
orang lain.Feeney (et.al) menyatakan
bahwa perkembangan sosial emosional mencakup; kompetensi sosial ( kemampuan
dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial( prilaku yang
digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial ( pemahaman terhadap pemahaman,
tujuan, prilaku diri sendiri dan orang lain), prososial( kesediaan untuk
berbagi,membantu,kerjasama,merasa aman dan nyaman, dan mendukug orang lain)
serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas ( perkembangan
dalam menentukan standar baik dan buruk,
kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain).
Perkembangan
sosialisasi dan emosi pada anak tidak terlepas dengan kondisi emosi dan
kemampuan anak merespon lingkunganya di usia sebelumnya.Bayi yang mendapatkan
pengasuhan dan perawatan secara baik dimana kebutuhanya secara pisik dan
psikologis terpenuhi akan merasa nyaman dan membentuk rasa percaya terhadap
lingkungan sekitarnya.Sebaliknya bayi yang tidak terpenuhi kebutuhanya, dimana
mendapatkan penolakan dari orang tua atau pengasuhnya, akan mengembangkan rasa
cemas dan membentuk rasa ketidakpercayaan dengan lingkungan sekitarnya pula.
Dengan demikian mereka memilki potensi mengalami masalah kesehatan secara fisik
dan mental ditahap kehidupanya.
Erikson
menyatakan bahwa individu, termasuk anak, tidak hanya mengembangkan pribadi
yang unik tetapi juga memperoleh keterampilan dan sikap yang dapat membantunya
menjadi aktif dan bermanfaat sebagai bagian dari masayarakat.Erikson juga
memberikan penjelasan tentang adanya perkembangan yang bersifat alamiah dan
pengaruh budaya. Kemampuan sosialisasi dan emosi anak berkembang seiring dengan
penambahan usia dan pengalaman yang diperolehnya.Aspek kognitif juga berperan
penting dalam hal ini dimana dengan kematangan di segi kognitif, anak dapat
membedakan hal baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Dalam
bersosialisasi anak mengalami suatu proses untuk berprilaku sesuai dengan norma
atau adat istiadat di lingkungan sosialnya.Proses sosialisasi pada anak tidak
selalu berjalan lancar karena anak memiliki keterbatasan. Seiring dengan
bertambahnya usia anak dan meningkat tahap perkembanganya, anak akan belajar
bersosialisasi dengan baik.Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah
laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang
berasal dari dalam diri. Sosialisasi pada anak merupakan reaksi anak terhadap
rangsangan dari dalam diri maupun reaksi anak terhadap lingkunganya.Sosialisasi
merupakan proses dimana anak belajar untuk berprilaku sesuai dengan harapan budaya
dimana anak dibesarkan. Drever mengemukakan pengertian sosialisasi yaitu suatu
proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan menjadi
dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut.
Faktor
yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi yaitu :
1.
Lingkungan
keluarga
2.
Lingkungan sekolah
3.
Lingkungan
kelompok masyarakat
4.
Faktor dari dalam
diri anak.
Keularga
adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak. Didalam keluarga, anak
diajarkan diajarkan dan dibiasakan dengan norma-norma sosial untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungan sosial. Keutuhan keluarga, pola asuh,status
ekonomi, tauladan orang tua akan memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan
anak dalam bersosialisasi.Lingkungan sekolah juga berpengaruh besar terhadap kemampuan
sosialisasi anak.Di sekolah anak belajar bergaul dan melakukan berbagai
aktivitas bersama teman sebaya. Di sekolah juga anak mendapatkan pengalaman
yang mungkin tidak diperoleh di rumah.Dalam lingkungan masyarakat, anak
dibesarkan dan mendapat pengalaman berinteraksi dengan banyak orang.
Dalam
proses sosialisasi, anak membutuhkan keterampilan agar dapat melakukan proses
sosialisasi yaitu :
1.
Proses imitasi
adalah proses dimana anak belajar meniru prilaku yang dapat diterima secara
sosial.
2.
Proses identifikasi
adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada anak, dimana anak ingi menjadi
seperti orang yang di contoh.
3.
Proses
internalisasi adalah proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam
proses ini diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang
baik dan buruk.
Bandura mengemukakan tahapan
yang dilalui individu dalam mengamati prilaku tertentu yaitu :
1.
Memperhatikan ( attention )
2.
Menyimpan ( retenfion )
3.
Mereproduksi ( reproduction )
Anak akan mengamati prilaku orang dewasa
melalui tahapan tersebut, hal ini berarti jika orang dewasa membentak,mengancam
memukul, dan sebagainya, maka akan diperlihatkan anak,tersimpan dalam memori,
di contoh dalam memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Sosialisasi
melibatkan tiga proses, yaitu :
1.
Belajar prilaku
sesuai dengan harapan sosial
2.
Bermain peran
sesuai dengan yang diharapkan
3.
Pengembangan sikap
sosial.
B.
Acuan Teoritis
Anak akan memperoleh pengalaman–pengalaman yang sangat
penting dalam meningkatkan kemampuan sosialnya seperti pengalaman dalam
bekerjasama,berkomunikasi,saling membantu dan berbagi,toleransi, menghargai
perbedaan, menghargai hasil karya orang lain, dapat membedakan baik dan
buruk,dan dapat memahami prilaku diri sendiri dan orang lain semua kemampuan
dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif dalam kelompok.
Kemampuan
sosial anak sulit di kembangkan melalui kegiatan pembelajaran secara
individu.Proses pembelajaran secara individu akan mempengaruhi sifat dan
karakteristik anak yaitu sifat egosentris ingin menang sendiri. Oleh sebab itu
untuk mengatasi karakteristik anak yang egosentris peneliti menggunakan model
pembelajaran kooperatif untuk mengembangkan kemampuan sosial anak.
Jika pembelajaran
kooperatif di terapkan dengan lebih luas dan sering, anak akan akan belajar
tentang sains, matematika dan bidang pengembangan lainya dengan lebih baik.
Mereka akan lebih baik dalam melakukan berbagai kegiatan bersama dan lebih dapat menerima perbedaan diantara
teman-temanya. Proses penelitian penerapan model pembelajaran guna meningkatkan
kemampuan sosial anak usia dini dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
|
||||||
|
|
|
Bagan.2.1
Proses
Pembelajaran Kooperatif
C. Model Tindakan
Sebagaimana diketahui
bahwa banyak berbagai macam metode penelitan yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran
dengan mempunyai kelebihan dan kelemahan dari metode tersebut. Peneliti melakukan penelitian
penerapan model pembelajaran kooperatif guna meningkatkan kemampuan sosial anak
setelah melihat kelebihan dari model pembelajaran kooperatif.
Dari sekian model, pembelajaran peneliti membandingkan
dengan kelemahan metode yang lain misalnya kelemahan model kontekstual dalam proses
pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual akan nampak jelas antara
siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang,
yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang
kemampuannya sehingga anak yang kurang akan semakin tertinggal dan lambat untuk
berkembang. Dengan pembelajaran kooperatif anak bekerjasama dalam melakukan
kegiatan dan saling membantu, saling menghargai sehingga anak akan memiliki
rasa percaya diri.
Dilihat dari
perbandingan tersebut peneliti memilih model pembelajaran kooperatif dalam
proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan sosial. Karena model
pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa dapat bekerjasama, saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir
kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan
kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri
sendiri maupun teman lain.
No comments:
Post a Comment