Tuesday, January 9, 2018

SKRIPSI BAB II TINJAUAN PUSTAKA



  BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pengembangan Kreativitas
a.  Pengertian kreativitas menurut para ahli psikologi :
Ø  Menurut Widayatun
Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah yang memberikan individu menciptakan ide-ide asli/adaptif fungsi kegunaannya secara penuh untuk berkembang.
Ø  Menurut Santrock
Kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dalam cara yang baru dan tidak biasanya serta untuk mendapatkan solusi-solusi yang unik.
Ø  Menurut Semiawan
Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Ø  Menurut Munandar
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional kreatif.

Rhodes  (1961, dalam Isaksen, 1987)  telah menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses (process), dan produk (product).  Kreativitas  dapat  pula ditinjau  dari  kondisi  pribadi  dan  lingkungan   yang  mendorong  (press) individu ke perilaku kreatif. Kemudian
Rhodes menyebut  keempat definisi tentang keativitas ini sebagai Four P’s of Creativity : person, process, product, press. Berikut ini akan dijelaskan lebih dalam lagi mengenai definisi tentang kreativitas melalui pendekatan 4P tersebut.
1. Produk
Pada definisi ini berfokus pada produk kreatif yang menekankan pada orisinalitas, yang berkemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau mengkombinasikan sesuatu hal yang sudah ada  sebelumnya. Produk  baru  dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh  masyarakat pada waktu tertentu. Namun menurut ahli lain pertama-tama bukan suatu karya kreatif bermakna bagi umum, tetapi yang paling utama adalah bagi si penciptanya sendiri.
2. Proses
Definisi ini kreativitas difokuskan kepada proses berpikir yang dapat menciptakan ide-ide baru yang lebih inovatif dan variatif seperti memikirkan suatu rancangan terbaru yang harus diciptakan di masa yang akan datang.
3. Pendorong
Definisi ini lebih menekankan pada faktor dorongan internal dari diri sendiri berupa keinginan untuk menciptakan menjadi diri yang kreatif, kemudian ditambah dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis seperti dorongan dari lingkungan keluarga, pertemanan, dan guru.
4. Pribadi
Pada definisi ini kreativitas lebih difokuskan pada individunya sendiri, yang dapat disebut sebagai bakat. Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan yang ada dalam diri seseorang, hal ini juga erat kaitannya dengan bakat. Bakat tersebut bisa seperti : bakat menyanyi, bakat menari, bakat menulis dan sebagainya.

b. Tujuan Pengembangan Kreativitas
Tertuang pada salah satu buku karangan S.C. Utami Munandar (2004:6), ada lima alasan mengapa kreativitas penting untuk dimunculkan, dipupuk, dan dikembngkan dalam diri anak, diantaranya sebagai berikut :
Pertama, dengan berkreasi anak dapat mewujudkan dirinya. Perwujudan diri adalah salah satu kebutuhan pokok manusia sebagaimana yang diungkapkan seorang ahli, Maslow (1968 :7). Salah satu dari enam kebutuhan pokok seorang manusia adalah aktualisasi/perwujudan diri.
Kedua, dengan kemampuan berpikir kreatif dimungkinkan dapat melihat berbagai macam penyelesaian suatu masalah. Mengekspresikan pikiran-pikiran yang berbeda dari orang lain tanpa dibatasi pada hakikatnya akan mampu melahirkan berbagai macam gagasan.
Ketiga, bersibuk diri secara kreatif  ( sebagaimana kebutuhan anak usia dini yang selalu sibuk dan ingin tahu) akan memberikan kepuasan kepada individu tersebut. Hal ini penting untuk diperhatikan karena tingkat ketercapaian kepuasan seseorang akan mempengaruhi perkembangan sosial emosionalnya.
Keempat,   dengan    kreativitas    memungkinkan    manusia   meningkatkan
kualitas hidupnya. Gagasan-gagasan baru sebagai buah pemikiran kreatif akan sangat diperlukan untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Untuk itu pemikiran, dan perilaku kreatif sangat perlu dimunculkan, dipupuk, dan dikembangkan sejak dini.
 Berdasarkan alasan diatas maka tujuan pengembangan kreativitas anak usia dini adalah sebagai berikut :
1. Mengenalkan cara mengekspesikan diri melalui hasil karya dengan menggunakan teknik-teknik yang dikuasainya.
2.   Mengenalkan cara dalam menemukan alternatif pemecahan masalah.
3.  Membuat anak memiliki sikap keterbukaan terhadap berbagai pengalaman dengan tingkat kelenturan dalam toleransi yang tinggi terhadap ketidakpastian.
4.   Membuat anak memiliki kepuasan diri terhadap apa yang dilakukannya dan sikap menghargai hasil karya orang lain.
5.   Membuat anak kreatif, yaitu anak yang memilki :
a. Kelancaran untuk mengemukakan gagasan.
b. Kelenturan untuk mengemukakan berbagai alternatif pemecahan masalah
c. Orisinalitas dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran.
d. Elaborasi dalam gagasan.
e. Keuletan dan kesabaran atau kegigihan dalam menghadapi rintangan dan situasi yang tidak menentu.

c. Fungsi Pengembangan Kreativitas Pada Anak
Pelaksanaan  pengembangan  kreativitas pada anak merupakan salah satu
sarana pemebelajaran yang menunjang untuk mengembangkan beberapa aspek perkembangan anak. Hal ini dapat dilihat pada fungsi pengembangan anak usia dini adalah sebagai berikut :
Pertama, fungsi pengembangan kreativitas terhadap perkembangan kognitif
anak. Melalui pengembangan kreativitas, anak memperoleh kesempatan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan berekspresi menurut caranya sendiri. Pemenuhan keinginan itu diperoleh anak dengan menciptakan sesuatu yang lain dan baru. Kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang baru ini memupuk sikap anak untuk terus bersibuk diri dengan kegiatan kreatif yang akan memacu perkembangan kognitif/keterampilan berpikirnya.
Kedua, fungsi pengembangan kreativitas terhadap kesehatan jiwa. Pengembangan kreativitas mempunyai nilai terapis karena dalam kegiatan berekspresi itu anak dapat menyalurkan perasaan-perasaan yang dapat menyebabkan ketegangan-ketegangan pada dirinya seperti perasaan sedih, kecewa, khawatir, takut, dan lain-lain yang mungkin tidak dapat dikatakannya. Apabila perasaan-perasaan tersebut tidak disalurkan maka anak akan hidup dalam ketegangan-ketegangan sehingga jiwanya akan tertekan. Hal ini akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan tingkah laku sehingga keseimbangan emosi anak akan terganggu. Dengan demikian orang dewasa dapat memberikan kegiatan-kegiatan kreativitas kepada anak seperti menggambar, membentuk, menari dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menjadi alat untuk menyeimbangkan emosi anak sehingga perkembangan kepribadian anak kembali harmonis.
Ketiga, fungsi pengembangan kreativitas terhadap pengembangan estetika.
Disamping kegiatan-kegiatan berekspresi yang sifatnya menciptakan, anak dibiasakan dan dilatih untuk menghayati bermacam-macam keindahan seperti keindahan alam, lukisan, tarian, musik dan sebagainya. Dengan kegiatan tersebut maka anak akan senantiasa menyerap pengaruh indah yang didengar, dilihat dan dihayatinya. Ini berarti perasaan estetis atau perasaan keindahan anak terbina dan terkembangkan.
Pada akhirnya anak akan memperoleh kecakapan untuk merasakan, membeda-bedakan, menghargai keindahan, yang akan mengantar dan akan mempengaruhi (kehalusan) budi pekertinya. Dengan demikian anak didekatkan kepada sifat-sifat yang indah dan baik dalam kehidupannya sebagai manusia.

d. Ruang Lingkup Pengembangan Kreativitas
Dengan tujuan dan fungsi pengembangan kreativitas sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka ruang lingkup pengembangan kreativitas harus ada dalam seluruh bidang pengembangan di Paud. Dengan demikian pengembangan kreativitas tidak hanya ada pada bidang pengembangan kemampuan dasar seni melainkan ada pada kemampuan dasar bahasa, kognitif, fisik/motorik.
Bidang pengembangan seni mencakup kemampuan mengekspresikan diri melalui media kreatif seperti menggambar dengan arang, melukis dengan cat, merobek, membentuk dengan plastisin, kemampuan mengekspresikan gerak maupun membuat alat musik serta menciptakan permainan sendiri dengan pasir, air, maupun bermain peran.
Bidang kognitif mencakup kemampuan memecahkan sendiri masalah-masalah  sekaligus  mencari   alternatif   pemecahannya,  misalnya  permainan
dengan menggunakan indera peraba untuk mengasosiasikan benda, memperkirakan sesuatu berdasarkan gejala yang muncul, membayangkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan lain-lain.
Pada bidang pengembangan fisik /motorik mencakup kemampuan untuk
menciptakan gerakan-gerakan jasmani secara bebas menurut karagannya sendiri.

2. Seni Kolase
a. Pengertian Kolase
Agar dapat memahami tentang seni kolase terlebih dahulu perlu mengetahui apa sebenarnya arti kolase. Kata kolase dalam bahasa Inggris disebut “collage”, berasal dari kata “coller” dalam bahasa Prancis yang berarti merekat. Selanjutnya kolase dipahami sebagai sebuah teknik seni menempel berbagai macam materi selain cat seperti kertas, kain, kaca, logam dan lain sebagainya, atau dikombinasikan dengan penggunaan cat atau teknik lainya (Susanto M, 2002 : 63).
Kolase adalah sebuah teknik menempel berbagai macam unsur ke dalam satu frame sehingga menghasilkan karya seni yang baru. Dengan demikian, kolase adalah karya seni rupa yang dibuat dengan cara menempelkan bahan apa saja ke dalam satu komposisi yang serasi sehingga menjadi satu kesatuan karya. Kata kunci yang menjadi esensi dari kolase adalah “menempel atau merekatkan” bahan apa saja yang serasi. Karya kolase bisa berwujud sebuah karya utuh atau hanya merupakan bagian dari sebuah karya, misalnya lukisan yang menambahkan unsur tempelan sebagai elemen estetik.

b. Kolase dan Awal Perkembangannya
Dalam kehidupan, manusia senantiasa membutuhkan dan mencari nilai keindahan. Aktivitas seni termasuk menghias adalah salah satu cara manusia memenuhi kebutuhan akan keindahan atau nilai estetis yang diharapkan tersebut. Aktivitas menghias suatu benda yang bertujuan menambahkan nilai estetisnya dengan cara menempelkan sesuatu atau berbagai bahan tertentu di permukaan benda tersebut, konon merupakan jenis kriya tertua yang diciptakan manusia. Menurut para ahli kegiatan ini diperkirakan bermula di venice menjadi terdepan dalam hal percetakan di Eropa. Sejak saat itu seni kolase berkembang pesat di Prancis, Inggris, Jerman dan kota-kota lain di Eropa.
Dalam perkembangannya, kolase secara kreatif dimanfaatkan sebagai unsur estetis yang personal dalam sebuah karya lukis, baik dipadukan dengan cat ataupun murni kolase. Kolase menjadi media yang digemari oleh kalangan seniman dunia. Pablo Picasso, George Braque, dan Max Ernest terkenal dengan karya-karya lukis mereka yang memanfaatkan kolase kertas, kain, dan berbagai media lainnya.

c. Jenis Kolase
Karya kolase dapat dibedakan menjadi beberapa segi yaitu segi fungsi, matra, corak, dan material.
1. Menurut fungsi
Dari segi fungsi kolase dapat dibedakan atau dikelompokan menjadi dua, yaitu seni murni (fine art) dan seni pakai/terapan (applied art). Seni murni adalah suatu  karya  seni  yang  dibuat  semata-mata untuk memenuhi kebutuhan artistik.
Orang  menciptakan  karya  seni  murni  umumnya  untuk mengekspresikan cita
rasa  estetis. Dan kebebasan berekspresi dalam seni murni sangat diutamakan (Soedarso, 2006 : 101). Fungsi kolase sebagai karya seni murni semata untuk tampilan keindahan atau nilai estetisnya tanpa ada pertimbangan fungsi praktis. Karya ini mungkin digunakan sebagai pajangan pada dinding atau penghias dalam
ruangan.
Sedangkan seni terapan atau seni pakai (applied art) adalah karya seni rupa yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan praktis. Kolase sebagai seni terapan berarti dibuat pada benda pakai yang mempunyai fungsi praktis.
Aplikasi kolase sebagai terapan umumnya lebih menampilkan komposisi dengan kualitas artistik yang bersifat dekoratif. Sedangkan aplikasi kolase yang lebih bebas sebagai seni murni, tampak lebih berani dalam mengeksplorasi ide-ide kreatif, bahan dan teknik untuk menghasilkan karya kolase yang unik.
2. Menurut Matra
Berdasarkan matra jenis kolase dapat dibagi dua yaitu kolase pada permukaan bidang dua dimensi (dwimatra) dan kolase pada permukaan bidang tiga dimensi (trimatra). Karya kolase untuk menghias kendi merupakan kolase pada permukaan bidang tiga dimensi. Sedangkan karya kolase pada permukaan datar untuk membuat hiasan dinding misalnya dengan biji-bijian atau potongan perca tergolong kolase dua dimensi.
3. Menurut Corak
Berdasarkan  coraknya  wujud  kolase dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
Representatif dan nonrepresentatif. Refresentatif artinya menggambarkan wujud nyata yang bentuknya masih bisa dikenali. Sedangkan nonrepresentatif artinya dibuat tanpa menampilkan bentuk yang nyata, bersifat abstrak, dan hanya menampilkan komposisi unsur visual yang indah.
 4. Menurut Material
Material  (bahan)  apapun  dapat  dimanfaatkan  dalam  pembuatan  kolase
asalkan ditata  menjadi  komposisi  yang  menarik  atau  unik.  Berbagai  material  
kolase tersebut akan direkatkan  pada  beragam jenis permukaan  seperti  kayu,
plastik, kertas, kaca, keramik, gerabah, karton dan sebagainya yang penting   rata atau memungkinkan untuk ditempel.
Secara umum jenis bahan baku kolase dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan-bahan alam (daun, ranting, bunga kering, biji-bijian, kerang, kulit, batu-batuan dan lain-lain), dan bahan-bahan bekas sintetis (plastik, serat sintetis, logam, kertas bekas, tutup botol, bungkus permen/coklat, kain perca dan lain-lain).
d. Peralatan dan Teknik
Perlatan dan teknik yang digunakan untuk membuat kolase perlu disesuaikan dengan bahan bakunya, dikarenakan karakter setiap jenis bahan berbeda jenis peralatan dan teknik yang digunakan untuk membuat kolase berbahan alam berbeda dengan yang digunakan untuk membuat kolase berbahan sintetis. Secara umum peralatan utama yang dibutuhkan adalah :
1.    Alat potong : pisau, gunting, cutter, gergaji, tang dan sebagainya.
2.    Bahan  perekat :  lem kertas,  lem putih/PVC,  lem plastik,  jarum dan benang
jahit, serta jenis perekat lainnya (disesuaikan dengan jenis bahan). Lem kertas biasanya dapat digunakan hanya untuk menempelkan bahan kertas yang tipis, namun dengan bahan yang agak tebal sebaiknya digunakan lem yang lebih kuat rekatannya yaitu jenis lem putih seperti lem Fox. Bila menggunakan bahan yang membutuhkan tingkat rekat yang lebih tinggi, maka  gunakan  lem  yang  mudah kering  dan  berdaya  rekat  kuat  yaitu  jenis Alteco  atau  Uhu  cair  baik  dalam kemasan tube ataupun kaleng.
Dalam hal teknik, pada umumnya karya kolase dapat dibuat dengan teknik yang bervariasi, seperti teknik sobek, teknik gunting, teknik potong, teknik rakit, teknik rekat, teknik jahit, teknik ikat dan sebagainya. Dua atau lebih teknik pun dapat dikombinasikan untuk membuat sebuah karya kolase.
Berbagai metode yang digunakan untuk membuat kolase antara lain :
·      Tumpang tindih atau saling tutup (overlapping)
·      Penataan ruang (spatial arrangement)
·      Repetisi/pengulangan (repetition)
·      Komposisi/kombinasi beragam jenis tekstur dari berbagai material

e. Unsur Dasar dan Prinsip Kolase
1. Unsur Dasar Kolase
Sebagai karya seni rupa, kolase memiliki susunan unsur-unsur dasar visual. Berbagai unsur rupa yang berbeda karakternya dipadukan dalam suatu komposisi untuk mengekspresikan gagasan artistik atau makna tertentu. Yang dimaksud  dengan unsur-unsur rupa adalah aspek-aspek bentuk yang telihat konkrit, yang  dalam kenyataannya saling terkait dan tidak mudah dipisahkan satu dengan yang lainnya. Tampilan keseluruhan menentukan perwujudan dan makna aspek bentuk itu sendiri.
Unsur-unsur rupa yang terdapat pada kolase antara lain:
§  Titik dan bintik. Titik adalah unit unsur rupa  terkecil  yang  tidak   memiliki
ukuran panjang dan lebar. Sedangkan  bintik  adalah  titik  yang sedikit lebih
besar, misalnya butiran pasir laut. Sedangkan bintik dapat diwujudkan dengan
 bahan seperti kerikil kecil atau biji-bijian yang berukuran kecil dan sejenisnya.
§  Garis. Garis merupakan perpanjangan dari titik yang memiliki ukuran panjang namun relatif tidak memiliki lebar. Ditinjau dari jenisnya, garis dapat dibedakan menjadi garis lurus, garis lengkung, garis putus-putus, dan garis spiral. Unsur garis pada kolase dapat diwujudkan dengan potongan kawat, lidi, batang korek, benang, dan sebagainya. Garis dapat pula terbentuk dari batas warna yang berdempetan.
§  Bidang. Bidang adalah area yang merupakan unsur rupa yang terjadi karena pertemuan beberapa garis dan memiliki dimensi panjang dan lebar. Bidang dapat dibedakan menjadi bidang horizontal, vertikal, dan diagonal. Dapat pula dibedakan menjadi bidang geometris dan non-geometris. Yang temasuk bidang geometris adalah lingkaran, segitiga, segi empat, elips, setengah lingkaran, dan sebagainya. Bidang geometris memiliki kesan formal, sedangkan bidang non-geometrris bentuknya tak beraturan, memiliki kesan tidak formal, santai, dan dinamis. Aplikasi unsur bidang pada kolase juga bisa berupa bidang datar (dua dimensi) dan bidang bervolume (tiga dimensi).
§  Warna.  Warna  merupakan  unsur  rupa  yang  terpenting dan salah satu wujud
keindahan yang dapat diserap oleh indera penglihatan manusia. Warna secara nyata dapat dibedakan menjadi warna primer, sekunder dan tersier. Unsur warna pada kolase dapat diwujudkan dari unsur cat, pita/renda kertas warna, kain warna-warni dan sebagainya.
§  Bentuk. Bentuk  dapat  diartikan  bangun,  rupa,  dan  wujud.  Bentuk  dalam
pengertian dua dimensi akan berupa gambar yang tak bervolume, sedang dalam
pengertian tiga dimensi memiliki ruang dan volume. Bentuk juga bisa dibagi
menjadi bentuk gemetris dan non-geometris/
§  Gelap-terang. Gelap-terang adalah tingkatan value yang bisa terjadi antara hitam dan putih atau antara warna gelap dan warna terang. Dalam membuat karya kolase, unsur visual gelap-terang sangat penting untuk memberikan penonjolan  pada unsur tertentu atau untuk memberikan kesan kontras, kesan ruang, kesan jauh-dekat, dan kesan volume atau gempal.
§  Tekstur. Tekstur merupakan nilai , sifat, atau karakter dari permukaan suatu benda, seperti halus, kasar, bergelombang, lembut, lunak, keras dan sebagainya. Tekstur secara visual dapat dibedakan menjadi tekstur nyata (terlihat kasar, diraba kasar) dan tekstur semu (dilihat kasar, diraba halus). Unsur tekstur nyata pada kolase dapat berupa kapas, karung goni, kain sutra, ampelas, sabut kelapa, karet busa, dan sebagainya. Sedangakan tekstur semu dapat  berupa  hasil  cetakan  irisan  belimbing, tekstur koin di kertas.
2. Prinsip Rancangan Kolase
Prinsip rancangan penting diperhatikan dalam menata komposisi suatu kolase karena keindahan atau keunikan struktur dan keutuhan maknanya ditentukan oleh ketepatan dalam mengolah beragam unsur rupa  sesuai   prinsip rancangan. Beberapa prinsip rancangan yang dapat diaplikasikan pada kolase antara lain :
Ø  Irama. Pengulangan unsur-unsur rupa yang diatur sedemikian rupa. Jenis pengulangan antara lain: pengulangan sejenis (repetitif), pengulangan alternatif, dan pengulangan progresif.
Ø  Keseimbangan. Kesamaan bobot dari berbagai unsur rupa yang dipadukan
sehingga menjadi sebuah komposisi yang harmonis. Jumlah unsur rupa yang
dipadukan mungkin tidak sama namun nilai bobotnya seimbang. Keseimbangan ada beberapa jenis, antara lain: keseimbangan sentral/terpusat, keseimbangan diagonal,keseimbangan simetris, dan keseimbangan asimetris.
Ø  Kesatuan. Susunan unsur-unsur rupa yang saling bertautan dan membentuk komposisi yang harmonis dan utuh, sehingga tidak ada bagian yang berdiri sendiri. Untuk menciptakan kesatuan, unsur rupa yang digunakan tidak harus seragam,tetapi dapat bervariasi dalam bentuk, warna,tekstur dan bahan.
Ø  Pusat perhatian. Unsur yang sangat menonjol atau berbeda dengan unsur-unsur yang ada disekitarnya. Untuk menciptakan pusat perhatian pada kolase, kita dapat menempatkan unsur yang paling dominan atau kontras di sekitar unsur lainnya dengan cara memberikan perbedaan dari segi tekstur, bentuk, ukuran, ataupun warna (Supriyono,2010:87-98).

3. Berkreasi Kolase Sederhana
Karya kolase dapat dibuat dari bahan yang ada di sekitar kita, baik bahan alam maupun bahan sintetis. Dari bahan-bahan tersebut dapat dimunculkan ide-ide kreatif yang segar yang bisa menghasilkan kreasi-kreasi kolase unik dan bermanfaat.Selanjutnya bahan yang sudah tersedia disusun sesuai jenisnya.kemudian dipotong-potong sesuai ukuran dan bentuk yang diinginkan. Tempelkan bahan-bahan tersebut menurut bentuk dan komposisi yang dikehendaki hingga karya kolase selesai dan bisa dinikmati hasilnya.
Untuk mendapatkan hasil kolase yang lebih baik, maka perlu diperhatikan
beberapa hal:
§  Usahakan semua bidang tertutup oleh bahan yang ditempelkan (tidak banyak
bidang kosong).
§  Perhatikan prinsip-prinsip rancangan dalam menyusun bahan-bahan.
§  Gunakan perekat menurut jenis bahan yang akan ditempel. Untuk merekatkan kertas tipis cukup menggunakan lem kertas. Tetapi bila bahan yang direkatkan tebal atau gampang lepas, maka gunakan lem yang lebih kuat yaitu lem putih atau lem Alteco.
§  Gunakan bahan yang agak tebal dan kaku untuk bidang dasar yang akan ditempel misalnya kertas karton, duplex, tripleks atau bahan lain yang sejenis.
Karya kolase yang kurang memaksimalkan kemanfaatan bidang yang tersedia ( tidak semua bidang diisi oleh tempelan)  terkesan belum selesai dan terlalu  sederhana.  Usahakan  semua  bidang  yang  tersedia  diisi  tempelan  secara  optimal  dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip rancangan.

B. Model Tindakan
Terdapat  empat  macam bentuk atau metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau  Classroom Action Research (CAR), yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai  peneliti, (2)  penelitian tindakan kolaboratif, (3) pelitian tindakan simultan terintegrasi, (4 ) penelitian  tindakan  administrasi  sosial   eksperimental. menurut Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh kasbolah,(2000) ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada : (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti luar, (3) proses yang digunakan  dalam  melaksanakan   penelitian,  dan (4)  hubungan  antara  proyek
dengan sekolah. Keempat bentuk PTK di atas telah diuraikan Kasbolah sebagai berikut:
1.  Penelitian Tindakan Guru sebagai Peneliti
Bentuk penelitian tindakan kelas yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri penting yaitu sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas.
 Dalam kegiatan ini guru terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.Dalam penelitian semacam ini, guru mendapat problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Jika dalam penelitian ini, peneliti melibatkan pihak lain, maka perannya tidak dominan.
Sebaliknya keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran  yang dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian-penelitian tindakan kelas. Jadi, guru di dalam melaksanakan  penelitian tindakan berperan sebagai peneliti. Sedangkan pihak luar sebenarnya peranannya sangat kecil dalam proses penelitian itu.
2.   Penelitian Tindakan Kolaboratif
Penelitian tindakan ini melibatkan beberapa pihak, yaitu guru, kepala sekolah, dosen LPTK, dan orang lain yang terlibat menjadi satu tim secara serentak melakukan penelitian dengan tiga tujuan, yaitu: (1) meningkatkan praktik pembelajaran,(2)  menyumbang  pada perkembangan teori, dan (3) meningkatkan karir guru.
Bentuk penelitian tindakan seperti ini selalu dirancang dan dilaksanakan
oleh suatu tim peneliti yang terdiri dari guru, dosen LPTK, atau kepala  sekolah. Hubungan antara guru dengan dosen bersifat kemitraan sehingga mereka dapat duduk   bersama   memikirkan   persoalan-persoalan  yang  akan  diteliti  melalui penelitian tindakan kelas yang kolaboratif.
Dalam proses penelitian seperti ini, pihak luar semata hanya bertindak sebagai inovator. Sedangkan guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen LPTK. Dengan  suasana bekerja   seperti itu  guru  dan dosen  dapat saling mengenal, saling belajar, dan saling mengisi proses peningkatan profesionalisme masing-masing
3. Penelitian Tindakan Simultan Terintegrasi
Penelitian tindakan terintegrasi adalah bentuk penelitian tindakan yang bertujuan untuk dua hal sekaligus, yaitu untuk memecahkan persoalan praktis dalam pembelajara dan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan tindakan kelas yang demikian, guru dilibatkan dalam proses penelitian kelasnya, terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam hal ini, persoalan- persoalan pembelajaran yang diteliti muncul dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar bukan guru. Jadi dalam bentuk ini guru bukan pencetus gagasan terhadap permasalahan apa yang harus diteliti dalam kelasnya sendiri. Dengan demikian guru bukan inovator dalam penelitian ini dan sebaliknya yang mengambil posisi inovator adalah peneliti lain di luar guru.
4. Penlitian Tindakan Administrasi Sosial Eksperimental
Ada  suatu  bentuk penelitian  tindakan  yang  pelaksanaannya  lebih
meningkatkan dampak kebijakan dan praktik. Dalam penelitian tindakan ini guru tidak dilibatkan dalam menyusun perencanaan, melakukan tindakan, dan refleksi terhadap praktik pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi sebenarnya guru
tidak   banyak  memberikan   masukan  dalam   proses  pelaksanaan   penelitian
tindakan jenis ini.
 Tanggung jawab penuh penelitian tindakan ini terletak pada pihak luar, meskipun objek penelitian itu terletak di dalam kelas. Dalam melakukan penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental, peneliti bekerja atas dasar hipotesis tertentu.
 Peneliti luar yang membuat rencana tindakan  dan kegiatan pelaksanaan penelitiannya mengacu pada hipotesis tertentu. Selanjutnya peneliti melakukan berbagai tes yang ada dalam eksperimennya. 
Jadi berdasarkan uraian  di atas dapat disarikan bahwa dalam rangka        upaya menambah pemahaman dan wawasan tentang penelitian tindakan kelas perlu diketahui beberapa model dan bentuk penelitian tindakan. Bentuk  penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action  research) dan model tindakan yang akan diteliti yaitu model John Elliot. John Elliot mengembangkan konsep dasar Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen, yaitu: (1) perencanaan (planning), (2) tindakan  (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).
Model john Elliot  tampak lebih detail dan rinci. Karena dalam setiap  siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi). Sementara itu.setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Skema model penelitian yang dikemukakan oleh John Elliot
digambarkan sebagai berikut.
Perencanaan
Pengamatan
Pelaksanaan
SIKLUS 2
Pengamatan
Refleksi
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS 1
Pelaksanaan

















Gambar 1
Desain PTK Model John Elliot

No comments:

Post a Comment